Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Perkembangan NFT di Indonesia, dari Awal Mula hingga Muncul "Ghozali Effect"

Ghozali atau yang lebih dikenal Ghozali Everyday menjual foto-foto selfie yang ia potret selama beberapa tahun setiap hari, di marketplace jual-beli NFT OpenSea. Ia menjadi viral karena harga NFT yang ia jual melambung tinggi.

NFT sendiri adalah aset digital, baik berupa teks, gambar, video, dan lain sebagainya yang kepemilikannya tercatat dalam sistem blockchain di internet.

Aset digital yang dijual dalam bentuk NFT dapat dipastikan keasliannya meski hasil copy atau tiruannya beredar di dunia maya.

Awal berkembang di Indonesia

Meski popularitas NFT di Indonesia baru meroket beberapa waktu belakangan ini, perkembangan aset digital tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) & COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda menjelaskan asal usul NFT.

Teguh mengatakan, NFT muncul sebagai evolusi dari teknologi Colored Coins dalam ekosistem blockchain pada tahun 2012. Awalnya, Colored Coins digunakan untuk memverifikasi kepemilikan aset seperti saham dan surat berharga lainnya.

Selanjutnya, teknologi itu digunakan untuk eksperimen aset karya seni sehingga mnjadi NFT.

"Baru pada tahun-tahun selanjutnya, Colored Coins digunakan untuk eksperimen aset karya seni, sehingga jadi NFT seperti sekarang untuk foto, musik, video dan lainnya," kata Teguh kepada KompasTekno.

Senada dengan Teguh, menurut CEO DeBio Network sekaligus Co-Founder Asosiasi Blockchain Indonesia, Pandu Satrowardoyo, NFT sudah menjadi perbincangan di kalangan pegiat kripto sejak 2019.

Kemudian pada 2021, aset digital tersebut semakin populer di kancah global, termasuk di Indonesia karena banyak orang Indonesia yang aktif mengoleksi NFT di tahun tersebut.

"Popularitas mainstream (NFT) memang baru naik beberapa saat lalu dengan adanya Ghozali, tapi sebenarnya orang Indonesia sudah banyak yang aktif di NFT sejak 2021," kata Pandu.

Seperti Pandu, Teguh juga mengatakan NFT mulai booming sejak 2021. Pada Maret 2021, NFT dari seorang desainer grafis, Beeple, yang berjudul “Everydays: The First 5000 Days” terjual lebih dari 69 juta dolar AS melalui lelang Christie’s.

NFT ini menjadi yang termahal saat itu sehingga ramai diperbincangkan di berbagai negara.

Seiring semakin populernya aset digital tersebut, masyarakat di Indonesia mulai mempelajari NFT di berbagai forum.

Meski dikenal sejak tahun-tahun sebelumnya, popularitas NFT memuncak di Indonesia pada awal 2022, salah satunya berkat Ghozali.

"Ghozali effect" bahkan dinilai membuka mata publik bahwa teknologi ini dapat diterima khalayak. Selain itu, Ghozali effect juga mendorong kesadaran masyarakat dan popularitas NFT.

Sayangnya, popularitas NFT di Indonesia dinilai belum imbang dengan pengetahuan masyarakat akan aset digital tersebut.

Oleh karena itu, muncul gap yang menghasilkan kesalahpahaman di tengah masyarakat sehingga terjadi penyalahgunaan momentum puncak NFT di Tanah Air.

Salah satunya ditunjukkan dengan adanya masyarakat yang menjual KTP yang notabene adalah identitas pribadi, sebagai NFT.

Untuk itu, menurut Teguh dibutuhkan edukasi kepada masyarakat baik terkait teknologi NFT, aturan main hingga etikanya.

"Fenomena selfie dengan KTP menjadi NFT merupakan hal yang tidak lazim, karena kita tahu bahwa KTP itu kan secara etika tidak bisa dibagikan dan diperjualbelikan," kata Teguh.

"Edukasi kepada masyarakat yang dibutuhkan saat ini tidak hanya pada teknologi atau industrinya, tetapi juga human behaviour secara mendasar atas apa hal-hal yang layak dijadikan NFT ataupun tidak," lanjut Teguh.

Perkembangan NFT di Indonesia menurut teori

Sementara itu Pakar Budaya dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan mengaitkan fenomena NFT di Indonesia dengan teori Critical Mass.

Teori ini menggambarkan bahwa dalam konsep konsumsi kolaboratif, sebuah platform harus mampu memberikan pilihan yang beragam demi merangkul konsumen.

Inti dari teori ini berkaitan erat dengan aspek ketersediaan, sehinga antara permintaan dan penawaran harus mampu dipenuhi oleh platform terkait.

Dalam kacamata Firman, jumlah kesertaan orang baik penjual maupun pembeli, belum mencapai titik kritis.

Artinya, belum banyak atau masif orang yang mau ikut terjun ke dunia NFT. Untuk itu, para pengembang mendorong kisah-kisah sukses seperti Ghozali agar semakin banyak orang melirik atau mengoleksi NFT.

"Karena semakin banyak orang yang masuk akan semakin menggairahkan pasar, sehingga diciptakan cerita-cerita sukses seperti Ghozali," kata Firman.

"Akhirnya cerita sukses ini bergulir dan terjadi kegairahan luar biasa. Dalam seminggu, banyak yang rilis NFT-nya seperti KTP, foto koruptor sampai artis. Ini pasar bergerak, Ini perkembangan yang kita lihat," imbuhnya.

Meski keterlibatan orang ke dunia NFT dinilai belum mencapai titik kritis di Indonesia, perkembangan NFT menurut Firman sudah masuk dalam fase keseimbangan.

Dalam fase ini, masyarakat tidak hanya mendapat informasi terkait teknologi dan benefit NFT, namun juga risikonya. Fase ini juga berperan dalam mengerem perkembangan negatif NFT yang tidak terkendali.

"Ada juga fase untuk mencapai kesimbangan dimana ditampilkan risikonya atau hal-hal yang harus diwaspadai. Kalau tanpa rem yang disampaikan tokoh atau pakar, itu mungkin kemarin perkembangannya tidak terkontrol, semua hal masuk ke NFT seperti ada bakso, baju-baju masuk kesana," ujar Firman.

Jumlah kolektor NFT di Indonesia masih tanda tanya

Sejauh ini belum ada lembaga riset independen yang melakukan riset terkait pertumbuhan pasar NFT di Indonesia. Begitu pun dengan jumlah kolektor NFT di Tanah Air.

Salah satu marketplace NFT lokal Indonesia, TokoMall mengungkapkan, pihaknya telah memiliki 10.000 kolektor NFT.

Secara total, marketplace tersebut juga memiliki lebih dari 8.000 koleksi NFT dan lebih dari 80 mitra resmi. Di antara mitra ternama TokoMall untuk NFT yaitu NeverTooLavish, I Love Indonesia, Banyan Core, Si Juki, dan lainnya.

NFT di TokoMall yang paling diminati adalah Digital Art. Sementara NFT paling mahal yang terjual di TokoMall sejauh ini yaitu karya dari Ramya Prajna dengan judul Tutu – "To Life and Conquer" #1. NFT ini laku terjual sekitar Rp 25 juta.

Masa depan NFT

Ke depannya, NFT diprediksi akan terus berkembang di Indonesia. Meski masih dalam tahap yang sangat awal, NFT disebut akan berkembang ke bidang lainnya di tahun 2022.

"Memang saat ini NFT masih dalam tahap early stage, terlebih di Indonesia. Fenomena NFT akan semakin booming di 2022 ini dengan berbagai jenisnya, mulai dari NFT gaming, Art, Sport, Utilities dan Metaverse," kata Teguh.

Menurut Teguh, NFT nantinya tak sekadar jadi koleksi atau reward dalam game, namun akan punya kegunaan atau manfaat lain, seperti mendukung metaverse.

"NFT punya banyak kegunaan tidak hanya sekadar aset digital untuk koleksi, tapi lebih dari itu. Ingat, NFT dibangun atas backbone teknologi blockchain yang bisa terus dieksplor, termasuk pendukung era Metaverse," ungkap Teguh.

Salah satu contoh penerapan NFT di Indonesia adalah JGTC (Jazz Goes to Campus) yang tahun ini bekerja sama dengan SerMorpheus.

Dalam praktiknya, JGTC memanfaatkan NFT sebagai tiket masuk yang bisa dibeli menggunakan rupiah, bukan aset kripto.

Dengan contoh tersebut, Teguh optimistis industri seni pertunjukan, pariwisata dan lainnya bisa memakai konsep yang sama ddalam memanfaatkan NFT di masa depan.

"Pembeli dapat NFT untuk koleksi, sekaligus tiket masuk. NFT itu bisa dijual lagi dan bisa dapat untung," ujar Teguh.

https://tekno.kompas.com/read/2022/02/28/09350097/melihat-perkembangan-nft-di-indonesia-dari-awal-mula-hingga-muncul-ghozali

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke