Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kewajiban Platform Digital Daftar ke Kominfo untuk Pendataan, Bukan Pengendalian

Aturan itu mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat atau platform digital macam Google, Facebook, Instagram, Twitter, dll untuk mendaftarkan diri ke Kominfo. Namun aturan tersebut juga dinilai mengandung sejumlah pasal karet alias bermasalah.

Pasal karet di Permenkominfo No 5/2020 itu dianggap dapat memberikan kendali lebih bagi pemerintah. Misalnya, kendali untuk melakukan pemutusan akses berlebihan terhadap konten yang "melanggar aturan, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum".

Selain itu, Kominfo dikhawatirkan bisa meminta data pribadi pengguna untuk keperluan proses hukum. Padahal, hal ini bertentangan dengan kebijakan privasi dan panduan komunitas sebagian besar platform digital.

Bahkan, perkumpulan pembela kebebasan berekspresi Asia Tenggara (Safenet) juga telah menginisiasi petisi berisi penolakan Permenkominfo 5/2020 dan sudah ditandatangani oleh lebih dari 3.000 warganet Indonesia.

Daftar PSE untuk pendataan

Terkait kekhawatiran tersebut, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan bahwa kewajiban pendaftaran bagi PSE itu murni merupakan pendataan, bukan bentuk pengendalian.

Ia menganalogikan kewajiban pendaftaran PSE ini dengan tamu yang harus melapor ke Pak RT bila menginap di rumah seseorang lebih dari 24 jam.

PSE yang menggelar bisnis di Indonesia pun harus "melapor" ke Kominfo dengan cara mendaftarkan diri melalui sistem Online Single Submission-Risk Based Approach (OSS-RBA).

"Ini benar-benar pendataan, bukan pengendalian. Supaya kami tahu siapa saja yang beroperasi secara digital di Indonesia," kata pria yang akrab disapa Semmy, di kantor Kominfo, Selasa (19/7/2022).

Ia menambahkan, pendataan ini bermanfaat untuk sejumlah hal. Misalnya, pemerintah bisa mengetahui jenis layanan platform digital, ketersediaan layanan dalam bahasa Indonesia, ketersediaan layanan pelanggan (customer service) untuk komplain, serta soal pemungutan pajak.

"Platform digital juga harus patuh terhadap pemungutan pajak di Indonesia. Kalau mereka ada untung (dari layanan yang dioperasikan di Indonesia), ya harus bayar pajaknya," kata Semmy.

Semmy menegaskan bahwa pendaftaran PSE ini tidak ada hubungannya dengan pengendalian konten di platform digital.

"Kalau pengendalian konten sudah ada di aturan yang lainnya. Misalnya, kalau itu terkait dengan pornografi, ya itu harus di-takedown," kata Semmy.

Ia menambahkan, selama ini, bila ada keberatan terkait konten di platform digital, pemerintah bakal mengajukan komplain. Lalu, platform digital bakal meninjau terkait komplain tersebut.

"kalau ada keberatan terkait komplain, platform bisa ada appeal untuk menjelaskan," kata Semmy.

1. Pasal 9 ayat 3 dan 4

Ayat 3 berbunyi PSE Lingkup Privarte wajib memastikan: (a) Sistem Eletroniknya tidak memuat informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang dilarang; dan. (b) Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi penyebaran Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

Sementara Ayat 4 berbunyi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan klasifikasi: (a) melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan (c) memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang.

Menurut Teguh, kata "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" inilah yang bisa menjadi masalah.

"Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'," kata Teguh melalui akun Twitter-nya dengan handle @secgron.

Hal ini senada dengan yang diutarakan Perkumpulan pembela kebebasan berekspresi Asia Tenggara (SAFENET) pada 2021 lalu. Menurut mereka kalimat "meresahkan masyarakat" tidak secara eksplisit dijelaskan dalam aturan. Nantinya penggunaan klausa semacam "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" tanpa disertai dengan penjelasan konkret, akan menimbulkan penafsiran yang luas.

2. Pasal 14 ayat 3

Pasal 14 ayat 3 berbunyi Permohonan sebagaimana dimaksud bersifat mendesak dalam hal: (a) terorisme; (b) pornografi anak; atau (c) konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

Dalam pasal tersebut, ditemukan lagi kalimat "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum".

Hal inilah yang juga dianggap bermasalah karena bisa membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Kok konten saya di-takedown? Mereka tinggal jawab 'meresahkan masyarakat'," ungkap Teguh.

3. Pasal 36

Pasal tersebut berisi tiga ayat yakni:

Ayat 1 berbunyi PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Lalu Lintas (traffic data) dan Informasi Pengguna Sistem Elektronik (Subscriber Information) yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada Narahubung PSE Lingkup Privat.

Ayat 2 berbunyi Permintaan akses terhadap Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan: (a) dasar kewenangan Aparat Penegak Hukum; (b) maksud dan tujuan serta kepentingan permintaan; (c) deskripsi secara spesifik jenis Data Elektronik yang diminta; (d) tindak pidana yang sedang disidik, dituntut, atau disidangkan.

Ayat 3 berbunyi PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Konten Komunikasi yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada PSE Lingkup Privat.

Menurut Teguh, melalui Pasal 36 ini penegak hukum nantinya dapat bisa meminta konten komunikasi dan data pribadi pengguna kepada platform atau PSE.

"Apa jaminannya bahwa ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Ga ada kan?" pungkas Teguh.

https://tekno.kompas.com/read/2022/07/19/16350037/kewajiban-platform-digital-daftar-ke-kominfo-untuk-pendataan-bukan-pengendalian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke