Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ancaman Blokir Mengintai Twitter

KOMPAS.com - Setelah ditinggal oleh pengiklan besar, Twitter kini menghadapi ancaman pemblokiran di Uni Eropa jika tidak patuh soal moderasi konten.

Baru-baru ini, Uni Eropa lewat Thierry Breton, komisaris UE yang bertanggung jawab menerapkan aturan digital serikat pekerja, telah memperingatkan Musk soal potensi pemblokiran tersebut.

Menurut laporan Apple Insider, Breton memperingati soal ancaman pemblokiran tersebut saat melakukan panggilan video dengan Elon Musk pada akhir November lalu.

Adapun ancaman pemblokiran bisa menjadi kenyataan bila Twitter tak patuh pada aturan terbaru soal moderasi konten di Uni Eropa yang dikenal sebagai Digital Service Act (DSA) atau Undang-Undang Layanan Digital.

Secara umum, Digital Service Act berisi segala macam aturan untuk memastikan lingkungan online yang aman dan akuntabel. 

Sesuai amanah DSA, Breton memberikan daftar hal yang harus dipatuhi Elon Musk dan Twitter agar tetap beroperasi di wilayah Eropa.

Mulai dari segera menghapus misinformasi di platform Twitter secara agresif serta menghentikan pendekatan "sewenang-wenang" Musk untuk memulihkan pengguna yang ditangguhkan (suspend).

Elon Musk juga diminta untuk memberikan kriteria yang jelas soal pengguna mana saja yang berisiko kena penangguhan dari Twitter.

Breton juga meminta Musk untuk menerapkan aturan yang ketat seputar periklanan. Misalnya, larangan menargetkan anak-anak atau menggunakan informasi sensitif (seperti kepercayaan agama dan politik) untuk menargetkan pengguna dengan iklan.

Uni Eropa juga ingin Twitter menyetujui audit pada musim panas 2023 mendatang. Twitter juga diminta memberikan informasi soal jumlah pengguna aktif dan akun yang diblokir.

Jika tak tunduk dan patuh pada sederet aturan tadi, Twitter berisiko melanggar Undang-Undang Layanan Digital yang dijadwalkan berlaku tahun depan.

Bila melanggar, maka Twitter berpotensi menghadapi hukuman berat. Regulator Uni Eropa dapat melayangkan denda kepada Twitter hingga enam persen dari omzet globalnya atau bahkan melarang dan memblokir platform tersebut.

Pejabat senior Uni Eropa mengaku khawatir Twitter tak bisa mengikuti aturan DSA yang baru.

Musababnya, Twitter juga disebut kekurangan staf di kantornya di wilayah Eropa pasca-pemutusan hubungan kerja massal dan pengunduran diri berjemaah, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Apple Insider, Jumat (2/12/2022).

Elon Musk disebut sudah membentuk dewan moderasi konten. Dewan ini kabarnya akan memegang peranan utama dari keputusan terkait kebijakan sensor dan pemulihan akun, dilansir KompasTekno dari PCMag.

Menurut twit yang diunggah Elon Musk di Twitter, dewan yang ia bentuk itu akan memiliki sudut pandang yang beragam.

"Tidak ada putusan konten atau pemulihan akun yang terjadi sebelum dewan sidang," kata Musk melalui akun Twitter pribadi @elonmusk.

Menurut informasi sumber terdekat di Twitter, Elon Musk juga telah mendesak puluhan orang tersebut untuk mempelajari semua yang mereka bisa tentang Twitter secepat mungkin, mulai dari kode sumber hingga moderasi konten dan persyaratan privasi data. Hal itu dilakukan agar Musk dapat mendesain ulang Twitter sesegera mungkin.

Sebelumnya, Elon Musk mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai free speech absolutist atau pemegang teguh prinsip kebebasan berbicara. Makanya, Musk ingin membeli Twitter guna mengatur moderasi konten dan memprioritaskan kebebasan berbicara.

Meski terkesan "bebas" Musk tetap akan menyusun kebijakan baru untuk mengatur konten di Twitter.

Sebab, tak bisa dipungkiri, Twitter juga terikat dengan peraturan internasional seputar ujaran kebencian dan privasi data. Misalnya seperti Peraturan Perlindungan Data Umum (General Data Protection Regulation/GDPR), Uni Eropa.

Menurut Musk, di tangannya ini Twitter bisa menjadi digital town square atau ruang publik digital yang sehat, di mana berbagai macam kepercayaan bisa saling berdebat dengan sehat tanpa menggunakan kekerasan.

Belum lama ini, Elon Musk juga memulihkan akun Twitter milik mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang diblokir sejak Januari 2021.

Akun Trump diblokir setelah dua kicauannya dinilai melanggar kebijakan Twitter dan berisiko melanggengkan kekerasan dan ujaran kebencian, terkait peristiwa kerusuhan di gedung DPR/MPR Amerika Serikat (AS) yang menelan korban jiwa.

Seharusnya, akun Twitter @realdonaldtrump diblokir secara permanen. Namun, Musk membuka blokir tersebut setelah mengadakan jajak pendapat di akun Twitter pribadinya.

Musk mengatakan bahwa pemulihan akun Trump akan dilakukan secara ketat, di mana proses itu melibatkan beberapa tim terkait di Twitter yang melibatkan moderasi konten.

Baru-baru ini, Twitter juga dilaporkan diam-diam menghapus kebijakan konten yang berkaitan dengan penyebaran informasi sesat soal Covid-19 di platformnya.

Padahal, kebijakan itu membuat Twitter bisa memoderasi konten soal informasi menyesatkan soal virus dan vaksin Covid-19, serta menangguhkan (suspend) akun yang dinilai berbahaya.

Setelah kebijakan tersebut dicabut, Twitter tampaknya mulai memulihkan sejumlah akun yang sempat di-suspend karena dinilai menyebarkan informasi menyesatkan soal virus dan vaksin Covid-19 dalam twitnya.

Bila moderasi konten di Twitter menjadi longgar, tak menutup kemungkinan Twitter bakal kena masalah, salah satunya ancaman pemblokiran dari Uni Eropa.

https://tekno.kompas.com/read/2022/12/02/14020017/ancaman-blokir-mengintai-twitter

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke