Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Silicon Valley Bank Kolaps, Bos-bos Startup Teknologi Ketar-ketir

Sebelum bangkrut, SVB merupakan bank terbesar ke-16 di AS. Bank ini menyimpan deposit sekaligus pemberi pinjaman untuk banyak perusahaan rintisan (startup).

Kebangkrutan Silicon Valley Bank ini pun tak ayal membuat bos-bos startup teknologi ketar-ketir. Pasalnya, kebangkrutan ini berpotensi menimbulkan efek domino yang luas bagi industri startup teknologi. Dampak terparahnya adalah matinya banyak startup kecil.

Dengan penutupan SVB, nasabah tak bisa mengambil uang depositonya. Bahkan nasabah tersebut berpotensi kehilangan uang simpanan yang dititipkan kepada SVB.

Hal itu bisa berdampak pada arus (cash flow) startup, khususnya startup kecil. Efek instan yang bisa dialami startup adalah ketidakmampuan menggaji pegawai dan menutup biaya operasional perusahaan, seperti sewa gedung/kantor, membayar penyedia perangkat lunak, biaya langganan layanan cloud, dan lainnya.

Bila pegawai tak menerima gaji tepat waktu, keuangan mereka pun berpotensi terganggu. Pada akhirnya, pegawai yang tak menerima gaji tepat waktu itu tak bisa membayar sewa rumah, belanja makanan, pengasuh anak, biaya sekolah, hingga bensin.

Di sisi lain, bila tak mendapatkan dana dari tempat lain, startup kecil yang bergantung dengan keberadaan Silicon Valley Bank, tak menutup kemungkinan bakal ikut kolaps.

Bos-bos startup teknologi "turun tangan"

Menurut laporan Reuters, beberapa bos startup teknologi bergerak cepat memberikan pinjaman untuk menyelamatkan sejumlah startup dari kejatuhan.

Misalnya, seperti yang dilakukan oleh CEO OpenAI, Sam Altman. Sosok penting di balik chatbot AI ChatGPT yang tengah naik daun itu dilaporkan menggunakan uangnya sendiri untuk menyelamatkan bisnis sejumlah perusahaan pasca-SVB bangkrut.

Salah satu orang yang meminta pinjaman dari Altman adalah Gurson, CEO Rad AI yang juga merupakan saudara dari Altman. Dalam waktu kurang dari dua jam, Altman menawarkan pinjaman dana enam digit (jutaan dollar AS) untuk menutup gaji para pegawai Gurson.

Saat dimintai komentar, Altman mengatakan "Saya ingat investor yang membantu saya ketika saya menjalankan startup dan saya sangat membutuhkannya. Saya selalu berusaha untuk pay it forward (melanjutkan kebaikan)".

Co-CEO startup fintech Brex, Henrique Dubugras juga "sibuk" mengakomodir jalur kredit darurat untuk membantu startup yang terdampak kebangkrutan SVB, agar bisa tetap membayar gaji pegawainya.

Pada Sabtu malam, Dubugras mengatakan Brex telah menerima permintaan pinjaman senilai 1,5 miliar dollar AS (setara Rp 23 triliun) dari hampir 1.000 perusahaan.

Bos startup kecil pun ikut beraksi untuk membantu startup yang terdampak kebangkrutan Silicon Valley Bank. Misalnya, seperti yang dilakukan Aleem Mawani, pendiri Streak, sebuah perusahaan dengan sekitar 30 karyawan.

Ia berkicau pada Jumat (10/3/2023), bahwa dia akan meminjamkan uang pribadinya tanpa syarat apa pun kepada perusahaan rintisan kecil lainnya yang khawatir soal cash flow untuk membayar gaji pegawai. Ia juga menghubungi sejumlah perusahaan keuangan untuk memberikan pinjaman bagi startup yang terdampak.

100.000 karyawan terancam

Pada Sabtu (11/3/2023) malam, lebih dari 3.500 CEO dan pendiri (founder) perusahaan yang mewakili sekitar 220.000 pekerja menandatangani petisi.

Petisi yang diinisiasi oleh startup inkubator yang berbasis di Amerika Serikat, Y Combinator, meminta Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan lainnya untuk mendukung deposan, sebab banyak dari startup skala kecil berisiko gagal menggaji karyawan dalam 30 hari ke depan. Petisi itu menyebutkan, hal tersebut bisa mengancam lebih dari 100.000 pekerjaan.

Petisi itu juga menganjurkan adanya "pengawasan peraturan yang lebih kuat dan persyaratan modal untuk bank regional" dan penyelidikan atas "penyimpangan atau salah urus" oleh eksekutif SVB, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Reuters, Senin (13/3/2023).

Sebagian besar bank diasuransikan oleh lembaga pemerintah bernama Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Rekening nasabah di Silicon Valley Bank juga diasuransikan oleh FDIC, tetapi hanya sampai 250.000 dollar AS (sekitar Rp 3,8 triliun).

Masalahnya, menurut laporan yang ada, sekitar 90 persen simpanan tidak diasuransikan pada Desember 2022. FDIC mengatakan "belum ditentukan" berapa banyak simpanan yang tidak diasuransikan ketika SVB ditutup.

Menanggapi kolapsnya SVB tersebut, FDIC telah membentuk Deposit Insurance National Bank of Santa Clara, bank penerima semua simpanan yang diasuransikan oleh Silicon Valley Bank sebelum bangkrut. Bank tersebut akan dibuka untuk nasabah SVB pada 13 Maret.

Nasabah yang simpanannya tidak diasuransikan oleh SVB akan mendapatkan dividen di muka dan mendapatkan sedikit sertifikat, tetapi itu bukan jaminan orang akan mendapatkan kembali semua uangnya.

Selanjutnya, FDIC akan menyita aset Silicon Valley Bank sebanyak-banyaknya. Lalu, mengevaluasi dan menjual aset SVB dalam beberapa minggu atau beberapa bulan ke depan. Hasil penjualan aset SVB akan diserahkan ke pemegang deposito alias deposan.

Menurut FDIC, Silicon Valley Bank memiliki total aset sekitar 209 miliar dollar AS (sekitar Rp 3.210,4 triliun) dan total simpanan 175 miliar dollar AS (setara Rp 2.688,1 triliun) pada akhir tahun lalu.

Skenario terbaik, ada perusahaan lain yang mau mengakuisisi Silicon Valley Bank. Hal ini memungkinkan pemegang deposito mendapatkan seluruh uang simpanannya. Namun, hal itu tak akan terjadi dalam sekejap alias membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

https://tekno.kompas.com/read/2023/03/13/15000047/silicon-valley-bank-kolaps-bos-bos-startup-teknologi-ketar-ketir

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke