Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pendiri Instagram Bilang Medsosnya Sudah Hilang Jati Diri

Menurut Systrom, saat pertama kali membuat Instagram pada 2010 lalu, platform tersebut kerap digunakan untuk melihat konten yang dibagikan teman dan sanak saudaranya. Namun, kini semua telah berubah.

Systrom merasa bahwa konten yang disuguhkan Instagram hanya berfokus pada kreator dan akun bisnis untuk menjual produk atau layanannya. Instagram kini berfokus untuk mencari “cuan” saja.

“Saya pikir penyesalan terbesar saya di Instagram adalah aplikasi itu telah berubah menjadi (platform) komersial,” ujar Systrom saat berbincang-bincang di podcast.

Ditambah, model bisnis yang diterapkan oleh Instagram kini berfokus pada iklan (digital ads). Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Giz China, Senin (20/3/2023), model bisnis tersebut mungkin menguntungkan bagi perusahaan induk Instagram, Meta.

Namun, pengambilan keputusan tersebut secara tidak langsung membuat pengguna yang bukan kreator ataupun pebisnis menjadi “tersisihkan”. Media sosial itu juga hanya menonjolkan akun-akun profesional sehingga ruang bagi pengguna biasa dalam mengakses Instagram dinilai semakin minim.

Monetisasi konten yang diberlakukan oleh Instagram juga dikritisi karena memiliki dampak kurang baik bagi pengguna. Para kreator kerap memanfaatkan platform untuk memamerkan kehidupan dan gaya hidup yang serba mewah.

Konten-konten seperti ini membuat Instagram menjadi ajang untuk saling berkompetisi. Guna untuk menunjukkan siapa yang lebih baik, lebih sempurna, lebih kaya, dan sebagainya.

Jika hal ini terus berlanjut, Instagram bisa menimbulkan sejumlah kekhawatiran bagi masyarakat. Sebab, banyaknya konten yang memamerkan kekayaan dan gaya hidup mewah, bisa meningkatkan perilaku depresi dan kecemasan berlebih.

Setiap orang “seolah” didorong untuk menjadi sama seperti kreator yang mereka idam-idamkan. Instagram juga secara tidak langsung menciptakan gambaran realita yang tidak realistis. Misal, seseorang harus selalu sukses dan kaya untuk bisa menjadi bahagia.

Selama melakukan diskusi di podcast, Systrom justru membandingkan Instagram dengan aplikasi media sosial asal Perancis bernama BeReal. BeReal memungkinkan pengguna berbagi kegiatan sehari-hari secara realtime, alias harus dibagikan saat itu juga.

Setiap pengguna bakal diajak untuk berbagi konten dalam waktu yang singkat, yakni dua menit untuk mem-posting. Waktu yang sangat singkat itu seolah “memaksa” pengguna mengambil foto atau video yang kurang sempurna.

Pengguna tidak diizinkan untuk menambah filter ataupun efek lain saat mengunggah konten. Ringkasnya, fitur ini menekankan bahwa menjadi tidak sempurna bukanlah masalah. Ciri khas dari fitur inilah yang menarik perhatian Systrom.

BeReal, menurut Systrom, bisa dijadikan solusi atas perubahan yang terjadi di Instagram. BeReal bisa menghindarkan pengguna dari stigma-stigma baru di Instagram, bahwa hidup tidaklah selalu harus sempurna, terstruktur, dan sebagainya.

Kesimpulan dari pesan yang disampaikan Systrom adalah ingin menyoroti kekhawatiran dari dampak Instagram terhadap kehidupan sosial seseorang.

Instagram yang sekarang telah berubah menjadi tempat untuk seluruh pengguna memamerkan kehidupan yang “sempurna”. Ditambah, banyak kreator yang menciptakan gambaran kehidupan yang tidak realistis.

Maka dari itu, Systrom ingin mengajak setiap pengguna untuk berpikir dan mempertanyakan kembali peran dan fungsi Instagram dalam kehidupan sehari-hari, serta menggunakan Instagram dengan cara yang sehat.

Jika ingin mendengar podcast selengkapnya, bisa klik tautan berikut.

https://tekno.kompas.com/read/2023/03/20/15210047/pendiri-instagram-bilang-medsosnya-sudah-hilang-jati-diri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke