Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Mira Murati, Sosok Wanita di Balik ChatGPT Besutan OpenAI

Bagi yang belum familier, ChatGPT mulai dikenal oleh publik karena kemampuannya memberi jawaban sesuai dengan konteks pertanyaan. Jawaban yang diberikan pun ringkas, jelas, dan memiliki gaya bahasa yang luwes, tidak seperti robot yang kaku.

Tidak cuma bisa menjawab atau memaparkan pertanyaan. ChatGPT juga bisa diminta untuk membuat esai, puisi, hingga aplikasi untuk melamar kerja. Bahkan, chatbot tersebut juga mampu menyelesaikan ujian masuk Sekolah Hukum di Universitas Minnesota, ujian MBA (Master of Business Administration) Wharton, dan ujian lisensi hukum dan medis di AS.

Kemampuan yang dapat dilakukan ChatGPT juga membuat banyak orang takjub. CEO OpenAI, Sam Altman menjadi salah satu sosok yang banyak disorot media massa selama beberapa waktu belakangan. Kendati begitu, ternyata ada sosok penting lainnya yang punya kontribusi besar di ChatGPT.

Sosok tersebut adalah Chief Technology Officer Mira Murati. Murati merupakan “otak” yang selama ini memimpin beberapa pengembangan produk berbasis AI di OpenAI.

Mira Murati merupakan wanita berusia 35 tahun yang lahir dan besar di San Francisco, Amerika Serikat (AS). Ia memulai pendidikan strata satunya (S-1) di Thayer School of Engineering di Dartmouth College, AS, dan mendapat gelar Sarjana Teknik.

Menurut profil LinkedIn Murati, dia sempat magang sebagai analis di firma keuangan AS, Goldman Sachs. Kemudian, Murati bekerja sebagai Senior Product Manager of Model X di Tesla selama tiga tahun, tepatnya 2013 hingga 2016.

Dua tahun setelahnya, Murati bergabung ke perusahaan OpenAI pada Juni 2018. Jabatannya saat itu adalah Vice President of Applied Artificial Intelligence and Partnership. Sejak saat itu, ia bertanggungjawab menjadi Senior Vice President of Research and Product.

Pada Mei 2022 lalu, Murati dipromosikan menjadi Chief Technologi Officer OpenAI yang berbasis di California. Kenaikan jabatan itu membuat dirinya memimpin pengembangan produk dari chatbot ChatGPT.

Murati juga bertanggungjawab sebagai ketua tim untuk proyek yang memungkinkan pengguna membuat karya seni realistis berbasis teks. Proyek tersebut kini dikenal dengan DALL-E, mesin pembelajaran yang bisa mengolah data teks untuk dikonversi menjadi gambar.

Proyek Dall E dimulai pada 2021 sebagai hasil pengembangan lanjutan dari GPT-3 (generasi ketiga). Dall E dapat menghasilkan gambar dari sekumpulan data teks yang dimasukkan pengguna.

Akurasi dan resolusi gambar yang bisa dihasilkan Dall E terus ditingkatkan hingga dirilisnya Dall-E 2 pada 6 April 2022.

Seperti yang disebut di atas, ChatGPT mampu merespons, memberi sebuah jawaban terkait sebuah pertanyaan, hingga menyelesaikan ujian akademik. Kemampuan tersebut sempat membuat orang takjub sekaligus khawatir.

Sebab, kehadiran teknologi tersebut secara tidak langsung membuat pada siswa ataupun mahasiswa di berbagai tingkat pendidikan menggunakan ChatGPT secara tidak bertanggungjawab. Para siswa ataupun mahasiswa dapat menerima jawaban instan tanpa melalui proses belajar.

Menurut Murati, terlepas dari kemampuan ChatGPT yang sempat menuai banyak kritik negatif di media maya, kehadiran teknologi ini punya sisi positifnya. Salah satunya mempermudah siswa ataupun mahasiswa memiliki gaya belajar yang baru dan lebih dipersonalisasi.

“Sekarang perusahaan sedang dalam tahap pengembangan dan penelitian. Jadi, saya tidak ingin memberi komentar lebih lanjut. Namun, saya pikir kami (OpenAI) bisa melihat potensi untuk merevolusi cara kita belajar,” jelas Murati kepada Time Magazine.

Sebab, pengguna dapat bertanya terkait sebuah topik, lalu ChatGPT akan memberikan jawaban untuk meningkatkan pemahaman pengguna. Hal ini bisa menjadi potensi yang cukup besar untuk membantu sebagian orang di dunia pendidikan.

“Murid di kelas, katakanlah 30 orang. Mereka punya latar belakang yang berbeda, cara belajar yang berbeda, tetapi setiap orang menjalani kurikulum pendidikan yang sama,” jelas Murati

“Dengan ChatGPT, Anda dapat berkomunikasi tanpa henti untuk meningkatkan pemahaman Anda (terhadap suatu isu). Ini punya potensi yang besar untuk membantu setiap orang di dunia pendidikan agar memiliki gaya belajar yang lebih dipersonalisasi,” lanjutnya.

Akan tetapi, Murati mengaku bahwa teknologi AI bisa memberi dampak negatif atau bahkan disalahgunakan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan mengedukasi pengguna terkait penggunaan AI dengan cara yang bermanfaat dan bertanggungjawab.

“Penting bagi OpenAI dan perusahaan lain seperti kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait penggunaan AI yang terkontrol dan bertanggungjawab. Namun, jumlah kami (karyawan di OpenAI) sedikit dan butuh banyak saran terhadap sistem kami, seperti dari pemerintah sebagai regulator ataupun masyarakat,” tutupnya, dirangkum KompasTekno dari International Finance, Sabtu (25/3/2023).

https://tekno.kompas.com/read/2023/03/24/03300027/mengenal-mira-murati-sosok-wanita-di-balik-chatgpt-besutan-openai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke