Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Babak Baru Perang Kecerdasan Buatan: Bard Menjawab Tantangan ChatGPT

PERANG unjuk kemampuan di bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) antara Microsoft dan Google terus berlanjut. 

Google, Rabu (10/5/2023), mengumumkan akan membuka akses bot percakapan (chatbot) Bard ke 180 negara. Bard adalah saingan berat chatbot ChatGPT milik Microsoft dengan OpenAI-nya. 

Mesin pencari Google juga disebut akan diperkuat lagi dengan kemampuan AI generatif ini. Sebelumnya, Microsoft telah pula menyatakan bahwa mereka mengintegrasikan kemampuan AI di balik ChatGPT dalam mesin pencari Bing besutannya.

Pengumuman Google tentang ekspansi Bard datang hanya sepekan setelah Microsoft memperluas akses publik ChatGPT. Fitur yang ditingkatkan AI dari mesin pencari Bing dan browser internet Edge milik Microsoft menjadi terbuka untuk siapa saja.

Bard akan dimodifikasi untuk mendukung 40 bahasa dalam beberapa bulan mendatang, menurut Direktur Senior Produk Google, Jack Krawczyk.

"Kami senang bisa membawa Bard ke tangan lebih banyak orang. Kami sangat bersemangat untuk melihat perkembangan Bard ke depan," kata Krawczyk, Rabu, seperti dikutip AFP.

Google juga mengumumkan perluasan kemampuan browser berbasis AI akan menjangkau aplikasi dan layanan mereka, seperti Gmail dan Google Maps. 

Teknologi Bard akan mengaktifkan fitur seperti pengisian teks dalam penyusunan draf e-mail. AI dalam Bard bisa pula memasok ide karya seni lewat sajian stok gambar.

Perluasan ini dimungkinkan dilakukan pula oleh mitra Google, seperti Adobe, yang memungkinkan pembuatan gambar dengan bantuan kemampuan AI di Bard.

Perang humanisme

Perang di bidang kecerdasan buatan tak hanya soal teknologi. AI, terlepas dari tujuan awal keberadaannya untuk memudahkan para pengguna, diyakini juga dapat menjadi ancaman bagi manusia dan kemanusiaan.

AI—apalagi dalam versi generatif seperti saat ini—adalah teknologi yang rentan disalahgunakan untuk disinformasi. Teknologi cerdas ini punya kemampuan membuat teks, kloning suara, pembuatan video palsu, dan bahkan berinteraksi lewat percakapan dalam pesan tertulis, yang semuanya teramat meyakinkan.

Seribuan pakar teknologi pada Maret 2023 meminta ada jeda pengembangan sistem AI. Tujuanya, memberi waktu untuk memastikan rekayasa teknologi ini memang aman. Termasuk di antara penanda tangan petisi adalah miliarder Elon Musk dan salah satu pendiri Apple, Steve Wozniak. 

Geoffrey Hinton yang jamak disebut sebagai godfather kecerdasan buatan, misalnya, baru-baru ini meninggalkan Google untuk bicara soal bahaya AI.

Menciptakan beberapa teknologi yang menjadi dasar pengembangan AI, Hinton menyebut ancaman eksistensial dari AI adalah serius dan dekat.

Perang pendapatan

Bagi Google dan Microsoft, perang unjuk kemampuan di bidang kecerdasan buatan juga adalah pertempuran untuk meraup pendapatan.

Alphabet, perusahaan induk Google, misalnya, mencatatkan laba bersih 15 miliar dollar AS pada kuartal pertama 2023. Dalam pengumuman Selasa (26/4/2023), laba dari total pendapatan 70 miliar dollar AS itu melampaui proyeksi analis.

Sekalipun belum kembali ke pendapatan 150 miliar dollar AS pada 2021, ketika iklan masih deras masuk ke produk-produknya, Google disebut telah mendapat pijakan baru pendapatan dengan capaian di periode yang oleh analis diklaim sebagai masa paling menantang bagi Google.

Terlebih lagi, dalam tiga kuartal berturut-turut, pendapatan Google dari YouTube dilaporkan terus turun. Lini ini tertolong sedikit saja dari pertumbuhan waktu tonton YouTube Short yang kehadirannya dirancang untuk membendung serbuan TikTok.

Dari kompetitor, pendapatan Microsoft pada kuartal pertama 2023 pun menggembirakan investor. Pada periode tersebut, Microsoft membukukan laba 18,3 miliar dollar AS dari pendapatan 52,9 miliar dollar AS.

Microsoft lebih kasat mata mendapatkan pijakan laba dan pendapatan dari lompatan produk di lini AI dan komputasi awan (cloud). Pendapatan dari kedua lini itu diakui menambal penurunan cuan dari penjualan lisensi sistem operasi Windows yang berdekade-dekade jadi andalan.

Dari dua raksasa teknologi ini, Google lebih mendapat sorotan analis dan investor karena dianggap ketinggalan dari Microsoft yang sukses memviralkan ChatGPT. Microsoft bahkan sudah mengintegrasikan teknologi AI di balik ChatGPT itu ke mesin perambah Bing dan perangkat lunak perkantorannya (Microsoft Office).

Demi bertempur di medan perang kecerdasan buatan, Google telah mengatur ulang divisi AI-nya. Salah satu pengaturan baru itu adalah menempatkan Deep Mind, anak perusahaannya yang dikelola independen, ke divisi yang dinamai Google Brain. 

Manuver dari Bing milik Microsoft yang dipersenjatai AI tampak serius bagi Google. Bos Google, Sundar Pichai, sampai menggelar tur bagi media Amerika Serikat. Ini peristiwa langka.

Lewat tur ini, Google seolah hendak mempertahankan klaim keunggulan sebagai pemimpin industri, mulai dari mesin pencarian, layanan peta, hingga kecerdasan buatan. 

Maka, perluasan akses Bard yang ditempuh Google bisa jadi adalah bendera perang terbaru di antara kedua perusahaan melalui lini kecerdasan buatan. Tak hanya menentukan masa depan mereka, perang ini bisa jadi juga adalah lompatan baru teknologi yang sangat mungkin berdampak pula pada kemanusiaan bahkan peradaban.


Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

https://tekno.kompas.com/read/2023/05/11/06481127/babak-baru-perang-kecerdasan-buatan-bard-menjawab-tantangan-chatgpt

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke