Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Buru Penyebar SMS Santet

Kompas.com - 09/05/2008, 06:15 WIB

JAKARTA, JUMAT - Masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak resah dengan isu santet lewat SMS maupun penelepon gelap atau tidak dikenal. Teror santet lewat SMS hanya kabar bohong dengan tujuan meresahkan masyarakat, sehingga tidak perlu digubris.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Abubakar Nataprawira, mengatakan masyarakat jangan terpengaruh teror santet lewat SMS (short message service) dan diminta untuk tetap tenang serta menjalankan aktivitas seperti biasa.

"Masyarakat diharap tenang dan tidak terpengaruh oleh pesan singkat itu. Itu sengaja dibuat untuk membuat masyarakat resah,” ujar Abubakar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (8/5).

Abubakar mengatakan Polri sudahmendapat laporan mengenai beredarnya pesan singkat berisi ancaman santet via SMS tersebut. Menurut Abubakar, Polri akan menyelidiki isu santet via SMS tersebut. Isu teror santet lewat SMS awalnya merebak di sejumlah kota di Sumatera,di antaranya, Pekanbaru,Bengkulu, dan Jambi. Namun, isu itu kini telah merambah Pulau Jawa, termasuk Jabodetabek.
   
Teror itu merebak lewat SMS berantai. Isi SMS yang sulit dipertanggungjawabkan tersebut,intinya sama, tapi kata-katanya telah dimodifikasi.Tampaknya orang-orang yang tidak bertanggung jawab telah mengubahnya sebelum menyebarkannya.
   
Salah satu teror SMS itu berbunyi: ”Kalo ada telepon yang NOMORNYA BERWARNA MERAH jangan diangkat, karena bisa menelan jiwa. Hari ini sudah disiarkan di berita, terjadi di Jakarta dan Duri dan sudah terbukti. Sekarang masih diusut oleh pihak KEPOLISIAN. Dugaan sementara adalah kasus PEMBUNUHAN JARAK JAUH MELALUI TELEPON GENGGAM (HP) oleh dukun ILMU HITAM/si penelepon adalah ROH GENTAYANGAN yang mencari MANGSA. Harap dimengerti dan kirim ke teman atau saudara semua. Harap saling membantu sesama umat manusia.”
   
Sedangkan Yeni, pembaca Warta Kota, menyebutkan bahwa SMS yang ia terima berbunyi: ”Informasi, kalau ada nomor HP yang 0866 atau 0666 masuk berwarna merah, mohon jangan diangkat, karena ada virus kematian. Soalnya di Jakarta dan di Sumatera sudah ada yang meninggal gara-gara masalah ini, orang bilang lagi uji ilmu hitam.”

Pesan lain berbunyi: ”Tolong diperhatikan serius. Jika menerima telp masuk dari HP dengan kepala no 0866 atau 066 dengan warna tulisannya merah, mohon dengan sangat jangan diterima. Sama sekali jangan memencet tombol apa pun karena telah memakan korban 1 orang di Medan dan 3 orang di Pekanbaru yang hangus karena HP-nya meledak. Mohon beritahu teman-teman lain”.

Ada juga yang berbunyi seperti ini: ”Mengenai ‘Ring in Red” yang terjadi di banyak negara, kepdik WHO Prof Dr   Adi Mok telah menytakn bhw, kjdian tsb bkn ulah ilmu hitam. Tap, radiasi infra merah yangsengaja dipancarkan scr berlebihan ke HP no yg dituju yg mmg bnr dpt menyebabkan penerima tewas bbrp saat stlh mendengar telp. Walaupun tdk dijawab, HP yng terletak dkt jg berbhy, dpt timbulkan penyakit perlahan seperti kanker. Sebaiknya kurangi pengaktifan/pemakaian HP sampai dinyatakan aman kmbl olh WHO.”

Jangan percaya
Menanggapi isu santet via SMS, pengamat telematika Roy Suryo yakin isu itu merupakan upaya untuk meresahkan masyarakat dengan mendompleng kemajuan teknologi. ”Saya bisa pastikan, dari sisi teknologi, hal itu tidak mungkin. Apalagi sampai ada keterangan bahwa nomor yang muncul ada 666 dan berwarna merah. Itu tidak mungkin bisa membuat nyawa seseorang melayang,” ujarnya saat dihubungi Warta Kota, semalam.

Roy tidak menampik jika ada kemungkinan santet dilakukan dengan perantaraan ponsel. ”Saya bukan ahli santet, tapi kalau ponsel jadi perantara santet, itu mungkin saja. Itu kan sama halnya dengan santet lewat perantaraan batu, pisau, sendok, garpu, atau benda lainnya,” ucapnya.

Roy juga menyangsikan kebenaran isi SMS teror tersebut. ”Selama ini testimoni yang muncul, baik di Riau, Jambi, atau kota lain cuma katanya-katanya saja. Sampai saat ini tidak ada bukti konkret,” katanya.

Sementara itu, dari sisi teknis, kata Roy, tidak mungkin nomor yang muncul di layar ponsel kemudian berubah warna jadi merah. ”Apalagi kalau ponselnya monochrome (bukan layar berwarna—Red),” jelasnya.

Tentang dugaan radiasi ponsel sehingga penggunanya mengalami gangguan kesehatan bahkan sampai meninggal dunia, Roy mementahkan dugaan ini. ”Soal radiasi, itu memang sudah ada sejak ponsel diciptakan. Tapi kan sudah ada badan yang mengawasi soal itu. Kalau di tingkat dunia ada Federal Communication Comission (FCC) yang mengawasi. Mereka punya standar sehingga orang tidak celaka karena hal itu,” ujarnya.

Terkait masalah ini, Roy bersedia menjadi orang pertama yang meneliti korban meninggal akibat santet lewat ponsel. ”Saya berani menjadi orang pertama yang menyelidiki ini kalau memang betul ada korban karena santet lewat ponsel, kecuali ada orang yang disantet ketika sedang terima panggilan lewat ponsel. Ini hal lain. Kalau memang seperti itu, bukan salah ponselnya, memang kebetulan saja si korban, misalnya, kena santet saat pegang ponsel,” ucapnya.

Roy berpesan agar masyarakat tidak menanggapi isu santet via SMS. Ia juga berpesan bahwa anjuran lewat SMS yang meminta masyarakat menonaktifkan ponsel pada hari Jumat (9/5) ini agar diabaikan. ”Saya menengarai penonaktifan ponsel itu berpotensi pada tindakan kriminal, karena akan membuat pemilik ponsel sulit dihubungi dan ujung-ujungnya menjadi korban penipuan, misalnya dengan modus transfer uang dalam jumlah tertentu,” katanya.

Paranormal Ki Gendeng Pamungkas mengatakan santet dengan media SMS atau pesan singkat bukanlah hal yang mustahil. Namun, menurut dia, untuk saat ini hanya dia yang sanggup melakukan santet via SMS.

Pamungkas memastikan SMS berisi ancaman santet yang beredar luas dalam beberapa hari terakhir adalah bohong belaka. Sedangkan paranormal Ki Joko Bodo mengatakan sama sekali tak ada santet lewat SMS. Menurut Joko, isu santet lewat SMS adalah sistem yang dibuat sekelompok orang menjelang Pilpres 2009 agar masyarakat resah dan kacau.

”Ini bagian dari permainan orang-orang tertentu. Tujuannya agar masyarakat resah dan kacau lalu mencari bantuan kepada sekelompok orang yang akhirnya dipercaya menjadi pemimpin,” katanya.

Pikiran kosong
Secara terpisah, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mar’uf Amin mengatakan penyebaran isu santet melalui SMS harus dilaporkan ke polisi. Isu tersebut disebarkan orang yang tidak bertanggungjawab untuk membuat resah masyarakat.

Orang yang menyebarkan teror SMS, kata Amin, bertujuan untuk menyesatkan masyarakat. ”Masyarakat yang menerima teror SMS itu jangan percaya. Serahkan semuanya kepada Allah,” ujar Amin.

Sedangkan Sekretaris MUI DKI, Chalil Nafis, mengatakan tidak mustahil santet dikirimkan melalui SMS. ”Dalam Alquran dijelaskan, santet adalah sihir dengan mengirimkan setan melalui angin. SMS itu dikirimkan melalui sinyal. Ini sebenarnya bagian dari angin. Jadi, bisa saja setan dikirimkan melalui SMS,” katanya.

Chalil menuturkan, sihir yang dikirimkan melalui SMS akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui mata. ”Orang yang dalam keadaan pikiran kosong atau mengambang akan mudah dimasuki sihir,” katanya.

Untuk menangkalnya, kata Chalil, orang harus selalu ingat kepada Tuhan dan selalu dalam keadaan sadar. ”Agar orang selalu sadar dan ingat kepada Tuhan, maka perbanyaklah zikir dan membaca ayat Alquran,” katanya. Dengan berzikir dan membaca Alquran, badan terbentengi dari sihir. ”Semakin lama kita membiarkan pikiran kita kosong, maka akan semakin mudah dimasuki setan,” tegasnya.

Chalil juga mengimbau agar jangan berobat ke dukun jika terkena sihir. ”Kebanyakan dukun akan menggunakan jin atau setan juga untuk mengusir jin atau setan yang merasuki seseorang,” tambahnya.
(wid/bum/tos/luc)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com