Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus DPR Kasus Orang Hilang Menyimpang

Kompas.com - 18/10/2008, 18:03 WIB

JAKARTA, SABTU - Komisi Nasional (Komnas) HAM mengkritik keras langkah DPR menghidupkan kembali Panitia Khusus (Pansus) Penculikan dan Penghilangan Aktifis 1997/1998. Terlebih lagi Pansus DPR tersebut juga berencana memanggil Prabowo Subianto, Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono dan Sutiyoso yang waktu itu menduduki posisi penting di TNI.

Komnas HAM secara tegas menyatakan, DPR tidak memiliki kewenangan memanggil dan memeriksa para pihak yang terkait dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Kewenangan DPR dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat, adalah merekomendasikan kepada Presiden untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc.

"Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan dan hasilnya sudah disampaikan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Kalau kita mau mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan yang diajukan Eurico Guteres atas UU Pengadilan HAM, maka DPR tidak boleh lagi melakukan pemanggilan. Kewenangan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat, satu-satunya hanya Komnas HAM," tegas komisiner Komnas HAM Joseph Adi Prasetyo yang akrab dipanggil Stanley di Jakarta, Sabtu (18/10).

Stanley menegaskan, kewenangan DPR dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat, hanya memutuskan apakah akan memberikan rekomendasi ke Presiden untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc atau tidak. "Kalau Pansus itu dibentuk untuk memeriksa, itu penyimpangan. Tapi kalau untuk mendorong munculnya Pengadilan HAM Ad Hoc, itu benar," tegas Stanley.

Namun informasi yang diperoleh Komnas HAM, Pansus DPR juga berencana memanggil para para petinggi TNI yang menjabat ketika peristiwa tersebut terjadi. "Saya dengar Pansus akan memeriksa. Itu sudah tidak benar. Kami khawatir, nanti hasil projustisia (penyelidikan Komnas HAM), dicampuri keputusan politik. Seharusnya, DPR mendorong Kejagung untuk bekerja melakukan penyidikan dan hasilnya diserahkan ke DPR," tambah Stanley.

Komnas HAM khawatir, jika DPR membentuk Pansus dan kemudian memeriksa dan membuat kesimpulan ada atau tidaknya dugaan pelangaran HAM berat, akan terulang kembali Pansus DPR untuk kasus Trisakti dan Semanggi I & II. Ketika itu, hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan ada dugaan pelanggaran HAM berat. Namun setelah DPR membentuk Pansus dan memeriksa para pihak yang diduga terlibat, justru menyimpulkan tidak ada dugaan pelanggaran HAM berat.

"Jadi jangan lagi DPR melakukan penyelidikan dan kemudian menyimpulkan seperti kasus Trisaksi-Semanggi I dan II. Ketika itu, DPR membentuk Pansus lalu kesimpulannya bukan pelanggaran HAM berat, itu kan kacau. Memangnya DPR punya staf yang miliki kemampuan penyelidikan untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran HAM berat. DPR kan lembaga politik," tegas Stanley.

Stanley kembali menegaskan, sebaiknya DPR tidak perlu menghidupkan Pansus dan tidak perlu membuat kesimpulan sendiri ada atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM berat. Sesuai kewenangannya, DPR hanya mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com