Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Happy Salma dan "Telaga Fatamorgana"

Kompas.com - 15/11/2008, 19:54 WIB

 

JAKARTA, SABTU - Ada seorang perempuan yang merasa menjadi pecundang malang setelah bertemu lelaki yang ternyata tak setampan yang ia bayangkan saat mereka saling curhat di chat room. Ada seorang ibu muda yang nekat membenamkan kepala anak semata-wayangnya ke dalam bak mandi hingga tewas seketika. Ada pula seorang anak yang mengemis sisa-sisa hidangan di restoran mewah dengan dalih untuk makanan kucing di rumahnya, padahal makanan sisa itu untuk ibu-bapak dan adiknya yang kerap menggigil lantaran perut tak berisi.

Kilasan petikan cerita itu, dituangkan Happy Salma dalam kumpulan cerpen terbarunya yang diberi judul "Telaga Fatamorgana". Mengapa Telaga Fatamorgana? Cerita "Telaga" dan "Fatamorgana" merupakan dua dari 12 cerpen yang ada pada buku setebal 110 halaman itu.

"Saya bahagia luar biasa, berbulan-bulan merasa deg-degan, akhirnya selesai juga. Karya Telaga Fatamorgana adalah karya yang menurut saya multiinterpretasi. Jadi, semua orang boleh menafsirkan dengan bebas karya ini," kata Happy dalam peluncuran buku yang diterbitkan Penerbit Koekoesan milik Rieke Dyah Pitaloka, di Jakarta, Sabtu (15/11) petang.

Bagi Happy, keberhasilan atas karya akan terukur ketika karya tersebut bisa menggerakkan orang yang membacanya untuk ikut menghasilkan sebuah karya. "Menulis menyenangkan untuk saya. karena dengan menulis kita bisa tahu tentang segala macam, terutama tentang diri saya. Saya jadi tahu bahwa saya itu ternyata orang penuh dengan kebingungan. Tapi akhirnya saya bisa merefleksi diri. Saya ingin, karya ini bisa memberikan ruang imajinasi bagi siapapun yang membacanya," ujar Happy.

"Telaga Fatamorgana" merupakan karya kedua Happy, setelah pada tahun 2006 mengeluarkan kumpulan cerpen perdananya berjudul "Pulang". Menurut pengamat sastra, Martin Aleida, menulis cerpen merupakan pilihan tepat untuk Happy. "Karya sastra yang baik, ditampilkan dengan kesederhanaan. Dan Happy menampilkan karyanya dengan apa adanya," kata Martin memberikan penilaian.

Dua belas judul cerpen yang terdapat di buku tersebut, yaitu Kisah Bobi, Naanaa, Jalu, Telaga, Panca, Fatamorgana, Aisya, Bapak Belum Pulang, Undangan, Catatan, Ikan Besar dan Pohon Keenam. Seluruh ceritanya merupakan fenomena-fenomena sosial yang terekam dalam kehidupan sehari-hari saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com