Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Menteri Sebaiknya Dari Eselon Satu

Kompas.com - 29/10/2009, 13:53 WIB

KUPANG, KOMPAS.com - Pengamat hukum dan politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Jhon Kotan berpendapat, wakil menteri sebaiknya dijabat oleh pejabat eselon satu atau jabatan senior dengan jenjang karir tertinggi di birokrasi.

"Kriteria eselon I senior atau pangkat paling akhir di birokrat ini penting. Karena selain berpengalaman, seorang birokrat senior dapat mempertanggungjawabkan jabatan wakil menteri kapan dan di mana saja berada," katanya di Kupang, Kamis (29/10).

Menurut Kotan, pilihan kriteria PNS dan memiliki jabatan yang paling tinggi dan senior di jenjang birokrat itu juga beralasan.

Karena PNS tersebut telah teruji dalam sistem dan sanggup bekerja dalam sistem sehingga sulit diintervensi pihak luar seperti partai politik atau kepentingan lainnya.

"Saya khawatir kalau wakil menteri diambil dari politisi atau tokoh partai, karena gampang diintervensi untuk menggolkan kepentingan partai atau kroni-kroninya, sehingga sebaiknya sejak awal dicegah sebelum semua itu terjadi," katanya.

Pilihan terhadap wakil menteri yang disarankan dijabat PNS dengan pangkat tertinggi ini, tidak berarti politisi atau tokoh partai serta personal lain tidak layak.

Tetapi praktik dan pengalaman akan membuktikan, seorang pejabat negara sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk menjelaskan format atau kebijakan lembaga yang dipimpinnya di hadapan pejabat negara lain.

Untuk mengantisipasi hal ini, Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Undana itu meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar mempertimbangkan syarat dan usulan tersebut.

Langkah Presiden memilih wakil menteri dari pejabat karir untuk menghindari kesan publik, pilihan terhadap politisi atau tokoh parpol hanya sebagai strategi bagi-bagi kekuasaan atau balas budi atas jasa politik pada Pilpres 8 Juli lalu.

"Kalau pilihan akhirnya harus jatuh pada politisi atau tokoh Parpol, maka langkah Presiden SBY ini tidak bedanya dengan strategi bagi-bagi kekuasaan demi kelanggengan dan keamanan posisi untuk kepemimpinan lima tahun mendatang," katanya.

Secara politis, strategi ini dapat dimaklumi, tetapi jangan sampai memperlemah daya kontrol dan kekritisan parpol terhadap berbagai kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan sekitar 200 juta lebih jiwa penduduk di Indonesia saat ini.

"Ratusan juta rakyat di Republik ini berharap tidak terjadi demikian, karena kalau hal ini terjadi, maka janji-janji pada saat kampanye serta tekad Presiden SBY untuk menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2015 seperti yang ditargetkan Millenium Development Goals (MDG’s) tidak akan tercapai," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com