Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Jalan Tol Internet yang Sarat Hambatan

Kompas.com - 01/12/2009, 09:36 WIB

Oleh Nadia Citra Surya

Mimpi pemerintah membangun jalur tol untuk akses internet masih tersendat-sendat. Sejumlah operator pemenang tender broadband wireless access (BWA) masih ogah-ogahan. Mereka mengeluhkan tingginya harga perangkat teknologi lokal yang lebih mahal ketimbang impor.

Membangun jalan tol internet, ternyata sama sulitnya dengan membangun ruas jalan tol. Tengok saja pelaksanaan proyek pita lebar nirkabel alias broadband wireless access (BWA) di pita frekuensi 2,3 GHz, sebesar 30 MHz. Catatan saja, BWA adalah jalan tol jaringan internet yang menyediakan jaringan data dan internet tanpa kabel dengan kecepatan tinggi. Pemerintah melelang 15 zona penyelenggaran jaringan ini di Indonesia.

Semula, operator dan penyelenggara jaringan internet antusias masuk bisnis BWA ini. Tapi, belakangan, mereka loyo. Antusiasme yang semula mereka tunjukkan di saat-saat awal penyelenggaraan lelang BWA yang digelar Departemen Komunikasi dan Informatika awal 2009 perlahan redup seiring banyaknya kendala yang muncul..

Dari total delapan pemenang, hanya dua perusahaan yang membayar upfront fee dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi hingga tenggat 17 November lalu. Yakni, Indosat Mega Media (IM2) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Sisanya lamban membayar.
Belakangan ada satu lagi yang membayar pada masa perpanjangan, yakni PT First Media.
Biaya upfront fee dan BHP merupakan syarat mutlak operator mengantongi izin penyelenggaraan jaringan yang sering juga disebut Wimax ini.

Tapi, operator terkesan gamang. Selain teknologi akses pita lebar yang masih terbilang baru, mereka sadar masih banyak hambatan lain. Sejumlah pemenang lelang BWA mengeluh kesulitan mendapatkan perangkat lokal agar bisa memenuhi prasyarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Menurut Sarwoto Atmosutarno, Direktur Utama PT Teikomsel, kesulitan pengadaan perangkat bisa membuat pembangunan infrastruktur tersendat. Padahal, jaringan infrastruktur menjadi komponen utama dalam realisasi proyek dengan nilai penawaran total Rp 484,414 miliar tersebut.

Sarwoto melihat, sejumlah penyelenggara jasa internet maupun operator memang telah memiliki jaringan infrastruktur yang mapan serta kemudahan mendapat pemasok. Namun, tak sedikit pula yang masih harus membangun dan mencari jaringan pemasok nyaris dari nol. Maka, "Saat ini masih terlalu dini untuk melihat prospek bisnis dari Wimax tersebut," ajar Sarwoto, kepada KONTAN pekan lalu.

Sumber di sebuah perusahaan penyelenggara jaringan internet mengungkapkan, saat ini perangkat buatan dalam negeri memang tersedia. Tetapi, harganya masih jauh di atas harga perangkat impor. "Pemenang lelang terbebani biaya perangkat yang di sini bisa dua hingga tiga kali lipat harga di luar negeri," ujarnya.

Meski demikian, rasa optimistis tetap ada. "Bagaimanapun juga BWA memiliki keunggulan kompetitif dalam aspek kecepatan dibanding kabel (wireline)," War Vice President Corporate Communication PT Telkom Eddy Kurnia. "Kesesuaian dengan lifestyle masyarakat urban yang mobile saat ini juga menjanjikan estimasi nilai investasi yang menarik di masa depan," tandasnya.

Sumber: KONTAN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com