Seperti telur di ujung tanduk, bukit-bukit kapur di kawasan karst Citatah yang membentang dari Padalarang hingga Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tinggal menunggu waktu kehancurannya. Bentang alam yang menjadi bukti Cekungan Bandung pernah menjadi dasar sebuah laut dangkal pada 30 juta-25 juta tahun lalu itu merenggang nyawa karena kerusakan masif akibat penambangan serakah yang tidak terkendali.
Seperti ditemui pada suatu hari pada akhir Mei, truk-truk hilir mudik mengangkuti kapur yang dijatuhkan dengan backhoe
Namun, selama puluhan tahun, kebutuhan ekonomi dijadikan alasan pembenar bagi perusakan lingkungan. Hampir 70 persen warga di kawasan Padalarang menggantungkan hidupnya pada hasil penambangan kapur. Kapur antara lain digunakan untuk bahan kosmetik; campuran bahan bangunan, seperti semen atau batako; peleburan baja, bahan papan gipsum; bahan pemutih; serta pasta gigi.
Dari Padalarang hingga Rajamandala, ratusan pabrik kapur berderet mengepulkan asap hitam yang memerihkan mata dan menyesakkan dada. Pabrik-pabrik menyediakan jasa pembakaran kapur hingga penghalusannya.
”Tidak kurang dari 200 tulisan dan penerbitan buku dikeluarkan tentang perbukitan kapur Rajamandala yang dirusak habis-habisan, tetapi pemerintah bergeming dan penambangan berlanjut,” ujar Sujatmiko, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.
Batu-batu kapur tetap berjatuhan, menguras tenaga ribuan pekerja yang menghancurkan batu itu dengan linggis dan palu. Dengan penghasilan penghancur batu kapur Rp 25.000 per hari, penambangan itu mengikis bentang alam yang menjadi penanda (landmark) Cekungan Bandung.
Adin Sutisna (41), pengusaha kapur yang mengelola CV Nur Bontang, mengatakan, dalam seminggu, minimal ada 10.000 ton kapur yang ditambang dari
Ratusan ton kapur dihasilkan dari peledakan 50-200 lubang kapur di satu lokasi penambangan. Satu lubang rata-rata bisa menghasilkan 7 ton-10 ton. Selain diledakkan, penambangan kapur Citatah juga menggunakan ekskavator. ”Jika ditambang manual dengan menggunakan martil, hasilnya sedikit,” kata Adin.
Ia menuturkan, setiap akan melakukan peledakan, ia didampingi polisi dan perwakilan dari Dinas Pertambangan Kabupaten Bandung Barat. ”Kami memang diberi izin,” ujarnya.