Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KERUSAKAN LINGKUNGAN

Kawasan Karst Citatah Menanti Ajal...

Kompas.com - 12/07/2010, 02:55 WIB

Menyimpan air

Ahli geologi dan karst dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Budi Brahmantyo, mengatakan, perusakan itu tidak disadari masyarakat setempat bisa menimbulkan bencana alam. Kerusakan karst akan merusak daur hidrologis di Cekungan Bandung karena perbukitan kapur juga berperan menyimpan air.

Budi Brahmantyo dan ahli geografi T Bachtiar dalam buku berjudul Wisata Bumi Cekungan Bandung (2009) menjelaskan, perbukitan karst itu terbentuk pada zaman oligomiosin, sekitar 25 juta tahun lalu. Batu kapur di perbukitan Citatah dikenal sebagai formasi Rajamandala. Ciri-cirinya, batu kapur berwarna putih sampai abu-abu dengan ketebalan lapisan 90 meter-200 meter.

Batu kapur formasi Rajamandala mengalami pengangkatan dari posisinya sebagai laut dangkal pada 30 juta-20 juta tahun lalu sampai posisinya sekarang berupa perbukitan. Selama proses pengangkatan yang berlangsung jutaan tahun, batu kapur mengalami proses tektonik sehingga menyebabkan batu itu terlipat-lipat, terpatahkan, dan mengalami retakan.

Batu kapur juga mengalami pelarutan, tetapi dengan reaksi balik menghasilkan endapan baru kalsium karbonat atau mengalami proses karstifikasi. Dalam skala besar, karstifikasi melibatkan erosi dan abrasi hingga membentuk goa-goa dan sungai bawah tanah.

Endapan-endapan karbonat baru juga terbentuk di dalam goa, yakni ditandai dengan stalaktit dan stalagmit serta teras- teras menonjol di dinding-dinding goa yang menimbulkan bentukan unik berwarna biru dan bening seperti kristal. Hal itu seperti ditemui di Goa Sanghyang Poek di Rajamandala.

Sebagai bekas dasar lautan, perbukitan kapur itu juga terbentuk dari fosil-fosil terumbu karang dan moluska (kerang). Taman Batu (stone garden) yang berada di puncak Pasir Pawon, masih di kawasan karst Citatah, terbentuk dari susunan terumbu karang. Di dinding-dinding batu bisa dirasakan bekas gerigi moluska dan sisa sulur-sulur terumbu karang yang membatu.

Beberapa ahli membandingkan keindahan Pasir Pawon dengan Taman Yosemite di California, Amerika Serikat. ”Semestinya kawasan ini tidak ditambang dan dijadikan monumen nasional. Kawasan ini bisa dijadikan laboratorium bagi siswa yang menekuni ilmu kebumian,” kata Sujatmiko.

Manusia purba

Kawasan karst juga menyimpan sejarah panjang peradaban manusia. Pada penggalian tahun 1999-2003, di Goa Pawon ditemukan fosil manusia purba jenis homo sapiens yang diperkirakan berusia 9.000-5.000 tahun. Di goa itu ditemukan juga 22.000 artefak berupa gelang-gelang dari batu gelas, kapak, dan aneka peralatan dari batu obsidian. Goa itu diperkirakan menjadi tempat tinggal sekaligus perkuburan manusia purba.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com