Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hari Tanpa Tembakau

Data Pasien Kanker Paru Tidak Dimiliki

Kompas.com - 30/05/2011, 20:06 WIB
Ingki Rinaldi

Penulis

PADANG, KOMPAS.Com - Data jumlah pasien yang mengidap kanker paru-paru dan penyakit paru obstruktif kronik sebagai akibat langsung merokok dan mengirup asap rokok, belum dimiliki di Indonesia. Padahal dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah pasien penyakit itu dengan usia penderita yang m akin bertambah muda.  

Kepala Bagian SMF Paru Fakultas Kedokteran Universitas Andalas-RSUP Dr M Djamil, Kota Padang, Dr Irvan Medison SpP, Senin (30/5), mengatakan, hingga sejauh ini baru data umum yang diketahui. "Sekitar 90 persen penderita kanker paru adalah perokok," katanya.

Akan tetapi besaran data statistik dari jumlah penderita belum diketahui. Padahal keberadaan data dasar ini sangat penting, guna mengetahui strategi terbaik memerangi dampak buruk rokok.

Ia mengatakan, sejauh ini sejumlah pusat penelitian di beberapa rumah sakit melakukan penelitian sendiri terhadap jumlah pasien itu. Namun, skala penelitian itu belumlah meluas dan tidak bsia dipakai untuk mengagmbarkan keadaan sebuah daerah atau provinsi bahkan negara.

Data ini memang penting sekali, untuk mengetahui sampai seberapa besar dampak asap rokok bagi kesehatan, kata Irvan. Keberadaan data secara akurat itu juga akan sangat membantu pemilahan jenis penyakit dan usia pasien yang terpapar.

Saat ini ada kecenderungan usia pasien penderita kanker paru semakin muda. Irvan mengatakan, jika biasanya usia penderita kanker paru berada pada umur 40 tahun kini sudah relatif banyak pasien yang berumur sekitar 20 tahun.

Ia mengatakan, kondisi ini tidak lepas dari pengaruh iklan rokok oleh berbagai perusahaan rokok yang seperti menyasar seluruh segmen umur. Itu di antara lain dilakukan dengan menggunakan beragam media dan dipromosikan pada berbagai kesempatan.

Akibatnya, terjadi perubahan gaya hidup pada pergaulan di kalangan pemuda atau bahkan anak-anak. Sejumlah perokok muda yang ditemui hari itu juga mengatakan bahwa pergaulan adalah sebab utama mereka menjadi perokok.

Padahal, ungkap Irvan, dampak asap rokok bukan hanya bagi kesehatan pernafasan melainkan memengaruhi organ tubuh lain dengan merusaknya perlahan dan tak mungkin lagi dikembalikan kondisinya. Karena itu cara terbaik adalah berhenti merokok

"Berhenti merokok harus langsung berhenti," kata Irvan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com