JAKARTA, KOMPAS.com - Uang elektronik (e-money) harus dikelola oleh bank. Hal ini diperlukan untuk mencegah timbulnya pencucian uang. "Sekarang produk perbankan dengan e-money jadi terpisah karena regulasinya, masalahnya. Jadi, jangan sampai justru nanti karena perbankan itu diatur terlalu ketat, orang justru mainnya di e-money," ujar ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Aviliani, kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (19/7/2011).
Menurut dia, regulasi pencucian uang harus diaplikasikan kepada bank dan nonbank. Regulasi ini perlu bagi pihak nonbank, seperti operator telekomunikasi, karena barang yang dibeli melalui operator tidak terlihat uangnya. "Kedua, regulasi tentang e-money itu penting karena itu kan transaksi keuangan juga ke sektor riil," katanya.
Jika transaksi tidak tercatat, kata Aviliani, nanti berpengaruh dalam sistem moneternya. Untuk itu, ia menyarankan, uang elektronik ini harus masuk ke perbankan. "Jadi, isi pulsa harus bayar ke perbankan. Jadi enggak menjual secara umum," katanya.
Dengan begitu, transaksi dapat terdeteksi. Ia juga menuturkan, uang elektronik juga harus masuk dalam pengaturan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), yang saat ini telah mengatur transaksi properti dan emas. Jika e-money tidak masuk ke dalam bank, akan terjadi ketidakseimbangan, di mana bank diatur terlalu ketat, sementara nonbank tidak. "Jadi, lebih bagus dia (e-money) di bawah perbankan. Jadi, dana itu tetap di bank, mereka (operator) tinggal transaksinya saja," tuturnya.
Dengan demikian, jika konsumen atau pelanggan operator ingin melakukan transfer, akan ditanya nomor rekening banknya, seperti yang berlaku di Filipina.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.