Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Going Mobile" di Lingkungan Tanpa Sinyal

Kompas.com - 25/07/2011, 17:04 WIB

KOMPAS.com - Desa Petak Puti di tepi Sungai Kapuas, Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah boleh saja terletak di wilayah yang tak terjangkau listrik dan sinyal. Tapi, perangkat mobile dan pemakaiannya untuk telepon, SMS, dan bermedia sosial di Twitter serta Facebook ternyata telah menjadi keseharian.

Seperti pada Minggu (20/7/2011) malam saat beberapa warga desa menyambut wartawan yang datang. Tangan Kepala Desa setempat, Yuyo P Dulin, tampak menggenggam handphone berwarna hitam. "Ini handphone China. Banyak warga sini yang lebih memilih buatan China," kata Yuyo.

Dengan ponsel buatan China, warga mengaku lebih mudah "mengundang" sinyal. Cukup memasang antena serupa antena TV setinggi mungkin, menegakkannya dengan tali dan menyambungkannya dengan kabel ke handphone, maka sinyal pun datang dan "menampakkan" diri di layar handphone.

Untuk generasi Yuyo yang sudah paruh baya, ponsel dipakai ala kadarnya. "Hanya untuk telepon dan sms," ungkap pria berkulit coklat cerah ini. Itu pun tak selamanya terhubung sebab Yuyo mengaku hanya menyambungkan ponsel ke antena saat ingin melakukan panggilan dan sms.

Di luar dua kegiatan itu, ponsel dipakai untuk menyimpan data. Cukup unik memang sebab kapasitas penyimpanan data yang tak seberapa ternyata bisa sangat berguna. Yuyo memakainya untuk menyimpan data-data penting seperti luas tanah dan jumlah kepala keluarga di desanya.

Bagi Ahmad Ari, lajang yang masih berusia 21 tahun, ponsel juga dipakai untuk bermedia sosial. "Ya, Facebook, Twitter. Chatting juga. Jadi ya update status juga," kata pria yang mengaku mencari uang dengan menambang emas secara konvensional ini sambil terkekeh.

Kadang-kadang, Ahmad juga memakai untuk mengakses web. "Cepat kok," cetusnya. Tapi, ukuran cepat ternyata berbeda. Untuk membuka satu halaman web, Ahmad mengaku membutuhkan waktu 5 menit. Pastinya, ini sudah membuat masyarakat kota menutup halaman membatalkan akses.

Untuk mengakses Facebook dan Twitter, Ahmad harus membayar Rp 1000 per hari. Dalam sebulan, ia mengaku selalu terkoneksi dengan dua media sosial itu dan mengaku tak keberatan dengan biaya yang harus dibayarnya. Menurutnya, yang penting bisa online.

Ahmad menuturkan, ada 2 ponsel yang paling digemari warga desa. "Ada Mito yang harganya Rp 400 ribuan dan K-Touch yang harganya Rp 650 ribuan," jelas Ahmad. Menurut Ahmad, banyak warga yang berminat dengan ponsel lebih mahal semaam BlackBerry tapi mengurungkan niat membeli sebab sulit dipakai mendapatkan sinyal di sana.

Fenomena di Petak Puti benar-benar menggambarkan betapa agresif penetrasi mobile di Tanah Air. Selain itu, fenomena ini juga menjadi bukti bahwa "terkoneksi" telah menjadi sebuah kebutuhan, entah benar kebutuhan penting atau sekedar mengikuti tren.

Masyarakat rela "berkorban" untuk terkoneksi. Ini menggelitik sebab bukan hanya listrik dan sinyal yang belum dimiliki warga desa ini. Warga juga masih kesulitan mendapatkan air berkualitas dan banyak yang belum punya toilet.

Bagaimana menanggapi fenomena di Petak Puti ini? Kalau membaca harapan warga, memang tanggapan yang tepat ialah membangun BTS sehingga warga bisa terkoneksi tanpa batas. Seperti dikatakan Yuyo, "Saya berharap ada BTS sehingga bisa telepon dan SMS dengan mudah."

Selanjutnya, bisa diupayakan agar perangkat mobile bisa digunakan untuk media edukasi. Sebab, ada satu potensi besar terkait status Petak Puti sebagai salah satu daerah uji coba pelaksanaan REDD+, upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mencegah deforestasi dan degradasi hutan.

Konsep REDD+ sulit dikomunikasikan secara jelas pada masyarakat. Padahal, salah satu syarat pelaksanaannya ialah masyarakat yang "informed". Dengan perangkat mobile, komunikasi konsep REDD+ bisa dilakukan dengan lebih interaktif, memanfaatkan web, media sosial dan bahkan game.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com