Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Retweet" dan "Cyberbullying" Masuk Kamus Oxford

Kompas.com - 24/08/2011, 16:36 WIB

KOMPAS.com — Kata retweet, cyberbullying, dan sexting kini masuk dalam kamus Concise Oxford English Dictionary edisi terbaru. Kata-kata tersebut menambah jajaran kosakata yang dipungut dari ranah maya setelah sebelumnya sejumlah kamus juga memasukkan kata googling.

Edisi ke-12 kamus yang lahir pada 1911 ini memuat 400 kata baru dari total 240.000 kata yang ada di dalamnya, termasuk istilah-istilah dari dunia teknologi dan tren sosial.

Kamus yang kini berusia seabad ini juga memasukkan kata woot (biasa digunakan dalam komunikasi elektronik untuk mengungkapkan kegembiraan, antusiasme, atau kemenangan) dan jeggings (paduan antara leggings dan jean). Ada juga marconigram (pesan nirkabel), kinematograph (perangkat untuk menghasilkan gambar bergerak), dan biplane (pesawat dengan dua set sayap).

Kata retweet sendiri banyak dipakai di ranah maya, yang merupakan sebuah kata kerja yang berarti melanjutkan pesan di layanan microblogging Twitter. Sexting berarti mengirimkan pesan bernuansa seksual, sedangkan cyberbullying berarti menggunakan teknologi komunikasi untuk mengintimidasi atau mengganggu.

Kamus Concise Oxford English Dictionary disusun oleh dua bersaudara Henry dan George Fowler. Edisi pertamanya dibuat di pondok mereka di Guernsey pada 1911, memuat kata blouse (baju kerja berbentuk longgar terbuat dari linen) dan frock (jubah biarawan). Kata-kata baru kemudian ditambahkan seiring perkembangan zaman. Pemilihan kata dilakukan dengan memungut kata-kata tertentu dari situs web dan bahan tulisan lainnya, lalu disimpan dalam basis data yang memuat 2 miliar kata. Kosakata yang dimasukkan dalam kamus adalah kata-kata yang diyakini sering muncul di berbagai sumber.

"Begitulah cara kerja sebuah kamus," kata Angus Stevenson, editor kamus Oxford. "Kami mengumpulkan bukti sebanyak mungkin sehingga kami tahu bahwa kata tersebut tidak hanya digunakan oleh segelintir orang dan tidak akan musnah. Jadi tidak ada diskusi panel para menteri kabinet atau semacam itu untuk menentukan kata-kata baru."

Internet dan media sosial punya pengaruh besar dalam kemunculan kata-kata baru dan menyebarkannya dengan cepat. "Sebagai contoh, woot, saya pribadi tidak menggunakannya, tetapi itu tak jadi soal. Awalnya seseorang bersorak di Facebook, lalu teman mereka melihatnya, dan kata itu menyebar," papar Angus.

Angus menambahkan bahwa kata-kata baru mencerminkan masyarakat dan pada zaman apa mereka dimasukkan dalam kamus. "Kami pernah memasukkan surveil—sebuah kata kerja yang berarti menetapkan seseorang atau suatu tempat di bawah pengawasan. Masyarakat kita pastinya makin teramati dan terawasi, orang-orang memang merasakan itu. Jadi ini sebuah kata yang biasa untuk masa kini," ujar Angus. (National Geographic Indonesia/Ni Ketut Susrini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com