Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelar Raja dan Tragedi Buruh Migran

Kompas.com - 06/09/2011, 02:25 WIB

Di luar semua praktik pelanggaran HAM terhadap buruh migran di Arab Saudi, akses terhadap keadilan bagi korban juga sangat terbatas. Sepanjang tahun 2004-2011, pekerja rumah tangga migran korban di Arab Saudi tak mendapat keadilan dalam proses hukum, bahkan sering kali korban dikriminalisasi.

Motivasi di balik perbuatan pidana itu pun tak pernah terungkap dalam proses peradilan. Contohnya, kasus Nurmiyati yang merupakan korban penyiksaan hingga lumpuh tetapi justru dipenjarakan dengan dakwaan memberi keterangan palsu (2006). Nasib yang sama menimpa empat pekerja rumah tangga migran (Susmiyati, Tari, Rumini, dan Siti Tarwiyah) yang disiksa hingga dua di antaranya meninggal seketika. Yang masih hidup dan cacat permanen justru dipenjarakan dengan dakwaan melakukan sihir (2007).

Masih hangat dalam ingatan kita, kasus Sumiyati dan Kikim Komalasari. Hingga kini majikan Sumiyati dan Kikim Komalasari belum juga dijerat hukum atas penyiksaan yang mereka lakukan. Sekadar mengingatkan, Sumiyati disiksa: bibirnya digunting sekaligus disetrika; sementara jenazah Kikim Komalasari ditemukan di tong sampah dan merupakan korban penyiksaan.

Tragedi buruh migran Indonesia di Arab Saudi hingga kini masih terjadi. Setidaknya kasus Ernawati Bt Sudjono, yang saat ini ditangani Migrant CARE menjadi bukti status quo pelanggaran HAM di sana. Menurut keterangan resmi rumah sakit Arab, Ernawati dinyatakan meninggal karena minum racun tikus. Namun, hasil otopsi RSCM (19/8) menerangkan bahwa terdapat banyak memar di wajah, lengan, dan dada Ernawati.

Dari kasus Ernawati dan kasus sebelumnya, patut diindikasikan dengan kuat bahwa Arab Saudi tak hanya jadi ladang pembantaian pekerja rumah tangga migran Indonesia, juga secara sistematis menutup-nutupi praktik penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan buruh migran.

Jadi, penganugerahan gelar doktor honoris causa bagi Raja Abdullah sungguh mengabaikan nurani dan martabat bangsa ini, terutama para buruh migran Indonesia yang telah dengan nyata berkontribusi pada devisa negara dengan keringat, darah, bahkan tak jarang dengan taruhan nyawa. Sungguh mereka lebih bermartabat dan terhormat daripada para akademisi yang telah dengan sadar memereteli integritasnya dan menginjak-injak harga diri bangsa sendiri.

UI harus segera mencabut gelar kehormatan itu dan menyatakan telah melakukan kesalahan dengan memberi gelar kehormatan kepada pribadi yang tidak tepat.

Anis Hidayah Direktur Eksekutif Migrant CARE

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com