Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawaran Gombal Si Penyedot Pulsa

Kompas.com - 07/10/2011, 06:16 WIB
Oleh Antony Lee

Sambil setengah menggerutu, Yan Sofyan (46) menyantap semangkuk soto mi di kantin kantor Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/10) pagi. ”Baru dua hari diisi Rp 10.000, pulsa hape sudah langsung habis lagi tinggal sisa lima puluh perak. Padahal, cuma dipakai kirim dua SMS,” tuturnya. 

Yan, pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Bogor, awalnya tak tahu mengapa pulsa di telepon selulernya lenyap tanpa jejak sebulan terakhir. Yan baru tersadar ketika tak sengaja melihat dua pesan singkat di kotak masuk telepon seluler.

Pada 3 September 2011, ia menerima SMS dari 3433 dengan bunyi ”Jangan isi pulsa dulu! Cobalah di *500*700# siapa tahu bonus pulsa Rp 50rb bisa langsung masuk ke tlp mu. Promo untuk 40 org saja. CS: 02145849666. SMS bola 2rb/hari”. Pesan berikutnya, ”Terima kasih telah berlangganan SMS KG (kick goal) Liga Inggris SMS 1x/hari Rp 2.000/SMS”.

”Saya enggak pernah pencet-pencet. Mungkin anak saya yang masih SD iseng mencet. Saya coba berhenti susah,” tuturnya.

Setelah menghabiskan soto mi, Yan iseng mengisi pula Rp 10.000 ke nomor telepon selulernya, 08212484XXXX. Saldo menunjukkan Rp 10.500. Cuma dalam hitungan beberapa detik, ia menerima pesan singkat dari nomor 2680, menawarkan undian mendapat sepeda motor Honda Scoopy dengan menjawab lima pertanyaan dengan menekan *268*88#.

Yan iseng mengikuti instruksi itu. Ternyata, pulsanya dipotong Rp 550 dan ia menerima SMS lanjutan dari 2680, yang menyatakan bahwa ia telah terdaftar dalam program berlangganan JDH dan mulai besok akan mendapat SMS info poin per hari tarif Rp 2.000 per SMS. Empat kali dia mencoba menekan *268*880# yang dicantumkan sebagai pernyataan stop berlangganan, tetapi gagal.

Sementara itu, Muhayat (38), warga Perumahan Grand Depok City, Kota Depok, tidak terbayang terperangkap iming-iming penyedotan pulsa. Pesan pendek yang dia terima pada Juli 2011 ternyata hanya jebakan.

Saat itu, dia mendapat kiriman pesan pendek yang berisi promosi pulsa gratis Rp 50.000 per hari dan tawaran beasiswa Rp 2,5 juta per minggu. Iming-iming menggiurkan itu bisa diperoleh jika mengikuti petunjuk yang ada. Tanpa berpikir panjang, Muhayat mengikutinya dengan cara membalas pesan pendek bonus ringback tone dari sebuah band.

Setelah itu, tanpa diminta, setiap hari dia mendapat perkembangan informasi dari band itu. Dia mulai merasa resah karena pulsanya terus berkurang Rp 2.000 setiap menerima SMS perkembangan informasi band. Upayanya untuk memutus layanan tersebut minta ampun susahnya.

Rayuan dapat hadiah

Kompas membeli nomor perdana dari dua operator telepon seluler yang terbilang besar di Indonesia. Nomor pertama digunakan menguji PopScreen, yang kerap muncul di layar menawarkan berbagai paket informasi. Dengan menekan OK, pelanggan masuk ke tawaran konten, di antaranya zodiak. Tidak ada informasi soal tarif atau potongan pulsa per konten. Dalam dua hari, pulsa merosot dari Rp 25.000 menjadi Rp 15.840 dengan menekan tiga kali OK pada tawaran yang muncul tiba-tiba dan hilang tiba-tiba itu.

Sementara nomor kedua digunakan untuk menjajal tawaran uang tunai Rp 30 juta dengan mengecek *393*10#. Dengan menekan nomor itu, ada balasan SMS dari 9933 yang menyatakan bisa mengunduh games seru. Saat diperiksa, pulsa terpotong Rp 5.115.

Kalimat penawaran dengan rayuan atau iming-iming mendapat hadiah tetapi justru ”buntung” lantaran pulsa dipotong itu menjadi perbincangan hangat belakangan ini.

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), aduan tertulis dari masyarakat soal telekomunikasi terus naik. Tahun 2008, keluhan layanan telekomunikasi menduduki peringkat keenam (7,7 persen dari 428 aduan), naik ke peringkat keempat pada 2009 (9,6 persen dari 501 aduan), lalu menjadi peringkat teratas pada 2010 (17,1 persen dari 590 kasus). Hingga triwulan pertama 2011, aduan telekomunikasi masih tetap peringkat pertama (17,9 persen dari 156 aduan). Hampir separuh aduan telekomunikasi soal layanan konten.

Lebih dari Rp 100 miliar

Perputaran uang dari penyedotan pulsa itu terbilang besar. YLKI memperkirakan melebihi Rp 100 miliar per bulan. Angka ini cukup masuk akal. Salah seorang pengusaha penyedia layanan konten menuturkan, ada satu pemilik enam perusahaan konten bisa mendapat omzet Rp 30 miliar dari satu operator.

Kata-kata kreatif yang menarik dalam pemasaran itu, bagi Direktur Operasional Indonesian Mobile and Online Content Provider Association Tjandra Tedja, sah-sah saja, tetapi belakangan cenderung terlalu vulgar dan mengarah ”pembohongan” pengguna telepon seluler.

Operator dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), katanya, bisa menekan perilaku nakal pengusaha konten itu. Operator bisa membentuk divisi khusus yang memantau bahasa promosi dari penyedia konten. Keluar biaya, sudah tentu. Namun, operator juga untung lumayan besar dari bisnis ini. Operator bisa mendapat 40-60 persen bersih dari pendapatan konten. Selain itu, operator juga mendapat bayaran dari penyedia konten untuk setiap SMS yang dikirim ke pengguna.

”Sebelum memulai kerja sama, pengusaha konten membuat proposal ke operator. Biasanya sudah termasuk jenis tawaran konten, biaya, dan waktu pengiriman. Isi yang hendak dikirim bisa disensor oleh operator,” tutur Tjandra.

Sementara BRTI, sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pelayanan Jasa Pesan Premium, menerima pendaftaran dari perusahaan penyedia layanan konten. Oleh karena itu, BRTI juga harus bisa memberikan sanksi bagi penyedia layanan yang ”nakal”. (ndy)

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com