Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kutulis Sajak Ini... Lewat Twitter

Kompas.com - 20/11/2011, 03:42 WIB

Penyair Sitok Srengenge hadir membagikan obrolan santai tentang puisi. Menurut Sitok, puisi hadir tanpa tertampung definisi. Tiap puisi memiliki cara kelahiran yang berbeda sehingga proses kreatif dalam melahirkan puisi itu tidak bisa dirumuskan dan tidak bisa diulang.

”Puisi tetap bisa dikenali meski tidak bisa didefinisikan. Semakin punya banyak pengalaman dengan puisi, maka akan punya pemahaman yang lebih tanpa perlu diteorikan,” ujar Sitok.

Lintas sosial

Moderator akun Twitter @sajak_cinta yang tidak bersedia dikenal dengan alasan agar tetap netral mengatakan bahwa Twitter terbukti mampu mempertemukan pencinta sastra sehingga terbentuk komunitas sastra yang terbuka, heterogen lintas sosial dan dunia.

Menurut sang moderator, puisi yang ditampilkan di akun Twitter @sajak_cinta telah melalui proses penyeleksian. Syarat utama sajak harus maksimal 140 karakter. Saat ini, akun Twitter @sajak_cinta telah bertumbuh pesat menjadi komunitas sastra yang baru.

Lahirnya buku kumpulan puisi bertajuk Cinta, Kenangan dan Hal-hal yang Tak Pernah Selesai, dengan tagline ”Setahun Menggalau Bersama Sajak Cinta”, menjadi salah satu bukti tingginya kesetiaan anak muda mengembangkan diri dalam penulisan sajak. Akun Twitter @sajak_cinta mampu menumbuhkan komunitas sastra yang lebih besar, yang tidak hanya terbatas di kalangan sastrawan.

Pertemuan kali ini juga dimanfaatkan untuk ajang pembacaan puisi, musikalisasi puisi, pemutaran video puisi, hingga stand up comedy yang mengolah puisi humor sebagai kekuatan penampilan. Pemilik akun @kikikuik, misalnya, dengan indah melagukan sajak mini 140 karakter karyanya bertajuk ”Kehilangan”. Dengan diiringi musik, kikikuik menyihir penonton dengan penampilannya yang apik, ”sebab ada yang hilang saat mengingatmu....”

Sastra siber

Sebagai media di dunia maya, Twitter telah memperlihatkan kekuatan dan pesonanya untuk membuka bermacam kemungkinan bagi pertumbuhan dan penyebaran sastra. Twitter telah menjadi kelanjutan pertumbuhan sastra siber atau sastra yang mendistribusikan karyanya melalui internet.

Melalui Twitter pula, penulis seperti Sitok bisa mendistribusikan, menjual, dan menginformasikan buku karyanya. Menurut Sitok, karyanya kini mudah dipromosikan dan ia bisa mengetahui kritik terhadap karya itu dengan cepat. ”Bisa melempar pancingan gagasan dan segera tahu responsnya lewat Twitter,” kata Sitok.

Sebelum era Twitter, karya sastra seperti sajak biasanya hanya bisa diakses satu bulan sekali ketika dimuat di majalah atau satu pekan sekali di koran. Apalagi jumlah buku tentang sajak pun sangat terbatas.

”Kecepatan informasi kini belum tentu diikuti mutu yang baik. Karya sastra zaman dulu lebih teruji karena ketiadaan media. Tetapi, tiap generasi punya gairahnya masing-masing,” kata Sitok.

Sitok berharap lahirnya komunitas pencinta sajak seperti yang terangkum di akun Twitter @sajak_cinta tidak hanya sekadar tren sesaat. Kemerdekaan berekspresi dalam melahirkan sajak cinta memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk lebih dekat dengan sastra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com