Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pemerintah Soal 3G Kembali Dikritisi

Kompas.com - 04/01/2012, 17:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemantau kebijakan telekomunikasi Indonesia, Center for Indonesian Telecommunications Regulation Study (Citrus), meminta spektrum tambahan untuk frekuensi 3G operator telekomunikasi Axis dan Hutchison (Tri) dicabut dari posisi saat ini. Pasalnya, hal itu merugikan spektrum 3G milik Telkomsel.

Hal itu diungkapkan Direktur Citrus Asmiati Rasyid dalam sebuah diskusi yang digelar di Dewan Pers. "Axis dan Tri itu belum berhak mendapat spektrum itu. Pemerintah terlalu mengistimewakan mereka. Pemerintah harus mencabut spektrum yang diberikan ke Axis dan Tri," ungkapnya. 

Penataan spektrum frekuensi 3G yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Desember 2011, memberikan tambahan blok pada Axis dan Tri. Penataan itu menempatkan Telkomsel di blok 4 dan 5, Axis mendapat satu tambahan menjadi blok 2 dan 3, serta Tri yang semula hanya di blok 1, mendapat tambahan di blok 6.

Asmiati berpendapat, pencabutan spektrum Axis maupun Tri akan menguntungkan Telkomsel. Hal ini sekaligus memenuhi kebutuhan blok ketiga bagi Telkomsel.

Saat ini, untuk mendapatkan blok ketiga (blok 11 dan 12) Telkomsel harus melalui proses seleksi dan bersaing dengan operator lain yang berminat, terutama XL Axiata atau Indosat. Proses beauty contest maupun tender rencananya akan dilakukan pada kuartal I-2012.

Sesuai Ketentuan

Dihubungi terpisah, Head of Corporate Communication Axis Anita Avianty mengaku proses mendapatkan spektrum frekuensi 3G yang dimiliki Axis saat ini sudah memenuhi ketentuan pemerintah.

Menurutnya, tidak ada proses rekayasa antara Axis maupun pemerintah. "Itu sudah keputusan pemerintah. Kami hanya menjalankan semua ketentuan yang harus diikuti," kata Anita.

Terkait mekanismenya, Axis mengaku proses mendapatkan frekuensi 3G dilakukan secara terbuka di hadapan semua operator tanah air. Bahkan untuk mendapatkan blok kedua tersebut, Axis harus merogoh kocek sebesar Rp 320 miliar.

Biaya tersebut lebih tinggi dibandingkan harga frekuensi yang dulu didapatkan dengan harga Rp 160 miliar. "Itupun di luar biaya tahunan (annual fee) sebesar Rp 46 miliar per tahun," tambahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com