Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kata Menkominfo soal Sensor di Twitter?

Kompas.com - 30/01/2012, 15:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Twitter membuka kesempatan kepada negara-negara yang mau menerapkan sensor pada layanannya. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengaku masih mendalami hal itu.

Menurut Tifatul, pemerintah tidak akan melakukan penyensoran tanpa ada landasan hukum yang jelas. "Saya baru mendalami kasus itu, tentu kita amati. Tapi di Indonesia belum ada sampai sekarang," ungkap Tifatul di Jakarta, Senin (30/1/2012).

Tifatul menganggap pemerintah tidak perlu buru-buru mengikuti kebijakan pemerintah seperti di China yang memblokir beberapa situs jejaring sosial.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto menyatakan, pemerintah memberi jaminan bahwa konten Twitter di Indonesia tidak akan dilakukan penyensoran.

Selama ini pemerintah hanya melarang konten-konten negatif yang mengganggu kepentingan publik. "Kami tidak akan melakukan penyensoran apabila konten yang dikeluarkan merupakan konten yang wajar dan tidak menyalahi undang-undang," kata Gatot.

Patuhi UU ITE!

Menurut Gatot, pemerintah selama ini hanya melarang pengguna internet atau masyarakat secara umum untuk mengunduh, mengunggah, dan menyebarkan konten-konten yang terlarang.

Termasuk, ujarnya, yang bisa melanggar Undang-Undang No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama pada Pasal 27 dan 28.

"Prinsip-prinsip penyensoran itu sudah ada di undang-undang tersebut. Jadi kami tidak akan melakukan penyensoran lagi terhadap konten di Twitter," katanya.

Sensor di Twitter

Twitter sejauh ini sudah melakukan sensor konten di beberapa negara. Misalnya, di Perancis dan Jerman yang penggunanya tidak boleh menulis tweet tentang Nazi.

Perlu ditegaskan bahwa semua tweet yang disensor oleh Twitter masih tetap akan muncul di jaringan global. Namun, pengguna akan tahu bahwa konten tersebut sebenarnya tidak muncul di negara tertentu yang meminta penyensoran.

Twitter telah bekerja sama dengan Chilling Effects, penyensor situs yang mampu mengamati arsip-arsip, lalu membuat aksi sensor yang transparan.

Menurut Cynthia Wong dari the Center for Democracy & Technology, Twitter melakukan ini karena jejaring sosial tersebut terancam diblokir di sejumlah negara jika bersikeras menolak penyensoran tweet-tweet dengan konten tertentu.

Tetap bela kebebasan berbicara

Twitter memang sedang berjuang dalam upaya untuk tetap mempertahankan hak bersuara penggunanya, tetapi tidak bersinggungan dengan kepentingan politik negara tertentu.

Pada 2011, Twitter disorot ketika pengunjuk rasa antipemerintah di Tunisia, Mesir, dan Arab terkoordinasi secara massal dari jejaring sosial ini.

Pada awal 2012 pun Twitter telah diminta Pemerintah India untuk menyensor konten yang berupa kritikan kepada Pemerintah India.

Meski memberlakukan sensor, Twitter tetap berpesan kepada penggunanya untuk terus merasakan kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.

Twitter menekankan kata-kata berikut: "The tweets must continue to flow" (tweet harus terus mengalir) dan "defend and respect each user's voice" (membela dan menghormati suara tiap-tiap pengguna).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com