Roket pendorong beserta satelit diluncurkan dari pusat antariksa Rusia di Baikonur, Kazakhstan, Senin (6/8) malam atau Selasa dini hari WIB. Dengan sistem orbit geostasioner, satelit akan ditempatkan di ketinggian 36.000 kilometer dari muka Bumi.
Badan Antariksa Rusia, Roscosmos, menyatakan, kegagalan disebabkan roket pendorong tahap akhir (Briz-M) hanya menyala 7 menit. Seharusnya Briz-M menyala 18 menit 5 detik untuk mencapai orbit yang diinginkan.
”Tak ada peluang bagi satelit berpisah dengan roket pendorongnya dan masuk ke orbit tujuan,” tutur sumber pada industri antariksa Rusia kepada kantor berita RIA Novosti.
Akibat insiden ini, Telkom-3 dan Express MD-2 hanya akan mencapai orbit rendah dan tak bisa diselamatkan lagi.
Peristiwa ini menambah panjang daftar kegagalan peluncuran wahana antariksa Rusia dan meningkatkan keraguan atas keandalan roket-roketnya. Padahal, Rusia adalah pionir industri antariksa dan menguasai 40 persen pasar peluncuran satelit global.
Daftar kegagalan itu, antara lain, hilangnya 3 satelit navigasi Rusia pada Desember 2010,
Tahun lalu roket pembawa pasokan logistik untuk Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) juga gagal. Paling dramatis adalah jatuhnya Phobos-Grunt (Desember 2011), wahana untuk meneliti tanah Phobos, satelit Planet Mars.
Telkom-3 adalah satelit milik PT Telkom untuk pengembangan bisnis jasa satelit di Indonesia. NASA Spaceflight menyebut investasi satelit ini 200 juta dollar AS atau hampir Rp 2 triliun.
Itu satelit pertama PT Telkom yang diantarkan ke orbit dengan roket Rusia. Telkom-1 dan Telkom-2 diluncurkan dengan roket Ariane milik sejumlah negara Eropa pada 1999 dan 2005.
Satelit ini dibuat perusahaan Russia Information Satellite Systems-Reshetnev. Perangkat telekomunikasinya dibuat Thales Alenia Space, Perancis, dengan 42 transponder aktif dan dirancang beroperasi 15 tahun.
”Kegagalan ini tak akan mengganggu komunikasi PT Telkom sebab satelit itu untuk pengembangan Telkom,” kata Head of Corporate Communication and Affair PT Telkom Slamet Riyadi.
Mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Ari Sadewo Salatun mengatakan, kegagalan ini dipastikan menghambat kemajuan telekomunikasi Indonesia. Untuk menjangkau seluruh Indonesia dibutuhkan 220 transponder, yang ada saat ini tak mencukupi.
Ari mengingatkan adanya potensi jatuhnya roket dan satelit itu ke Bumi. Saat gagal diorbitkan, roket berada di ketinggian 200 kilometer. Dengan bobot roket dan satelit lebih dari 5 ton, roket bersama satelit akan menghunjam Bumi dengan kecepatan luncur 8 kilometer per detik. (AP/Reuters/DHF/RYO/YUN/MZW)