Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak "Unreg Massal", Industri SMS Premium Enggan Bangkit

Kompas.com - 09/08/2012, 13:34 WIB

shutterstock
Pengguna ponsel sedang mengakses layanan SMS.


KOMPAS.com - Sejak proses penghentian layanan SMS premium pada Oktober 2011 industri Content Provider masih belum bangkit. Bahkan, ada indikasi keengganan.

Demikian salah satu pokok yang mengemuka dalam diskusi Bedah Draft Revisi Aturan Konten Premium yang diadakan di Restoran Sere Manis, Jakarta, Rabu malam (8/8/2012).

Penghentian layanan SMS Premium pada Oktober 2011 merupakan puncak dari maraknya kasus pencurian pulsa di Indonesia. Lewat Surat Edaran No. 117 Tahun 2011 regulator ketika itu memerintahkan "unreg massal" alias deaktivasi seluruh pelanggan SMS premium.

General Manager VAS XL Axiata Revie Sylviana mengakui, sejak kasus unreg massal tersebut, bisnis content provider (CP) belum sepenuhnya pulih.

"Sudah hampir satu tahun dari 'Black October', revenue VAS dari konten yang sebelum Oktober sekitar 60% sekarang turun terus jadi sekitar 29%. Kalau kondisi ini terus dibiarkan, industri CP lokal bisa mati," kata Revie.

Menurutnya, para pemain besar CP sudah banyak yang menunjukkan keengganan untuk membangun kembali industri ini. Banyak yang masih menunggu revisi aturan konten.

Memang, saat ini  Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tengah menyusun revisi draft Peraturan Menteri Kominfo No. 1 Tahun 2009 tentang Jasa Pesan Premium dan Pengiriman SMS ke banyak tujuan.

Hasil revisi itu yang diharapkan bisa menjadi salah satu cara bangkitnya kembali bisnis Content Provider yang dulu sempat sangat membahana di Indonesia.

Kasubdit Tata Kelola Keamanan Informasi Ditjen Keamanan Informasi, Ditjen Aptika Kominfo, Hasyim Gautama, menilai revisi Permen SMS Premium ini mutlak harus dilakukan.

"Dalam revisi Permen SMS Premium ini tantangannya adalah bagaimana menciptakan tata niaga atau business model yang paten, yakni yang dapat menangkal masuknya pelaku bisnis gelap dan atau mencegah model bisnis yang mengeksploitasi kelemahan konsumen," ujar Hasyim.

Di sisi lain, Sekjen Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA), Ferrij Lumoring, mengatakan isi revisi rancangan peraturan itu belum memenuhi harapannya.

Salah satunya, Ferrij mengatakan aturan tersebut masih terlalu menitikberatkan pada kewajiban dan bukan pada perlindungan atau jaminan berusaha. Ia khawatir aturan ini akan menimbulkan iklim bisnis biaya tinggi.

Peneliti ICT Institute Heru Sutadi mengatakan aturan yang baru ini harus memberi perlindungan bagi konsumen, namun juga memberikan ruang bagi penyedia dan pemilik konten untuk berkembang.

"Aturan baru ini hendaklah memberi ruang bagi pemain bisnis penyediaan konten yang serius, bagus, meski itu CP-CP kecil," ujar Heru.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com