Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Penebar Kebencian, Permusuhan Dinilai Tidak Perlu

Kompas.com - 11/09/2012, 07:14 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengaturan mengenai penyebaran kebencian atau permusuhan dalam bentuk Undang-undang dinilai tidak perlu. Pasalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinilai sudah cukup mengatur dan tinggal diterapkan.

Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah dan Ketua Kelompok Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy secara terpisah di Jakarta, Selasa (11/9/2012).

Keduanya menyikapi usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa diperlukan UU yang dapat menindak penyebar permusuhan atau kebencian. Menurut Ansyaad, pengaturan dalam KUHP tidak pernah dipakai.

"Pasal itu ada sejak zaman Belanda untuk menindas para pejuang kemerdekaan. Kita butuh bagaimana menindak secara hukum orang-orang yang terus menanamkan kebencian," kata Ansyaad.

Basarah mengatakan, Pasal 156 KUHP sudah mengatur "Barang siapa di depan umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap satu atau lebih suku bangsa Indonesia dihukum dengan hukuman penjara selama- lamanya empat tahun dengan hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah."

Selain itu, lanjut Basarah, Pasal 157 Ayat 1 juga mengatur "Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau merendahkan diantara atau terhadap golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan,"

Aboe Bakar mengatakan, Pasal 28 Ayat (2) UU ITE mengatur "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)." Ancaman pelanggar pasal tersebut, yakni pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 ,00 (satu miliar rupiah).

Aboe Bakar dan Basarah menilai pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut sering diabaikan aparat keamanan sehingga berbagai aksi penebar kebencian dan kekerasan atas nama perbedaan suku, agama, ras, atau keyakinan marak terjadi.

"Bisa rusak negara ini bila setiap aparat yang tidak mampu menerapkan sebuah aturan lantas minta pasal atau undang-undang yang baru," kata Aboe Bakar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com