Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2012, 09:57 WIB

KOMPAS.com - Keindahan batik khususnya dari wilayah pesisir, seperti Madura, Lasem atau Cirebon, terletak pada warna-warna cerah yang berpadu, atau bertabrakan dengan berani lalu menciptakan harmoni.

Dua sisi

Sejak diakui sebagai world heritage oleh PBB, industri batik Indonesia bersemangat. Kian banyak orang yang mengenakan batik jelas menggembirakan para pengerajin dan pengusaha. Tetapi ada masalah pencemaran yang perlu di tangani secara serius. Asalnya dari proses pewarnaan batik yang menggunakan bahan kimia buatan. Alasan pewarna sintetik dipilih, karena penggunaan lebih mudah (hanya dua kali celup) dan warna yang dihasilkan cemerlang, harganya pun jauh lebih murah.

Sayangnya bahan pewarna kimia mencemari lingkungan, serta membahayakan kesehatan manusia. Salah satu zat pewarna sintetis yang sudah dilarang penggunaan sejak 1996 adalah naftol, karena dapat memicu kanker.

Limbah-limbah bahan pewarna yang tidak dikelola biasanya dibuang ke selokan, kolam dan berujung ke sungai. Akibatnya sungai tercemar dan kehidupan yang bergantung pada sungai terancam, mulai dari ikan, tanaman hingga manusia yang menggunakan air sungai.

Apa yang bisa kita lakukan? Saat berbelanja batik di pusat-pusat batik, tanyakan saja apakah pengusahanya sudah melakukan pengolahan limbah. Beri pujian dan sebarkan informasi seluasnya, setidaknya lewat media sosial, agar semakin banyak pengusaha mau mengelola limbah batiknya. Penampilan cantik sekaligus mendorong praktek yang ramah bisa dilakukan sekaligus!

Pewarna alam
Cara lainnya:kembali ke pewarna alam, yang sudah digunakan sejak dulu. Penggunaan pewarna alam perlahan, menghilang sejak bahan pewarna kimia sintetik diperkenalkan. Perlahan pengetahuan tentang pewarna alam pun memudar dari ingatan pembatik atau penenun di wilayah Indonesia.

Untungnya, kini mulai ada yang menggunakan pewarna alam untuk proses mewarnai batik atau tenun. Di wilayah Imogiri, pewarna alam mulai marak di gunakan setelah gempa 2006. Jenis bahan seperti: kulit kayu tinggi, untuk warna coklat gelap, kulit kayu mahoni untuk warna cokelat kemerahan, jalawe atau kulit delima untuk kuning dan indigo untuk biru atau akar mengkudu untuk warna merah, dan banyak yang lainnya dapat ditemukan di workshop sejumlah produsen batik.

Penelitian untuk menghasilkan warna alam yang stabil, atau mencari sumber alam baru juga dilakukan. Beberapa sentra batik memang masih belum berani menerapkan warna alam karena merasa pewarna alam yang ada belum konsisten serta prosesnya memerlukan ketelatenan yang tinggi. Memang, untuk satu warna pencelupan dengan pewarna alam dilakukan 15-20 kali.

Tetapi tiap lembar batik tulis atau pun kain tenun adalah wujud ketekunan dan kesabaran. Saat ditambahkan dengan praktek ramah lingkungan dan kemandiriaan, bertambah tinggilah nilainya, yuk ikut menjaga kualitas batik dan kain tenun Indonesia agar terus diakui keunggulannya.

(Majalah Chic/Ida Ronauli-Perkumpulan Indonesia Baru)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com