Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/11/2012, 11:07 WIB

KOMPAS.com - Ingar-bingar wajah mode Indonesia kembali tampak pada penyelenggaraan Jakarta Fashion Week (JFW). Digelar di salah satu mal yang menjadi pusat mode di Jakarta, yaitu Plaza Senayan, 3-9 November 2012, JFW 2013 mempertontokan kreativitas insan mode Tanah Air dan internasional.

Acara yang memperlihatkan karya sekitar 170 desainer mode ini dibuka pada Sabtu (3/11/2012) malam, ditandai dengan digelarnya peragaan busana karya dua nama besar di negara masing-masing: Lie Sang-bong asal Korea Selatan dan Sebastian Gunawan yang mewakili Indonesia.

Selain Sebastian Gunawan, JFW 2013 juga akan mempresentasikan karya Anne Avantie, duet Oscar Lawalata dan Auguste Soesastro, Obin, Ghea Panggabean, Priyo Oktaviano, Musa Widyatmodjo, serta Itang Yunasz. Dari deretan anak muda, terdapat nama Kleting Titis Wigati, Ardistia, Barli Asmara, Jeffry Tan, Didiet Maulana, serta label Benten milik Cecilia Yuda dan Lisa Daryono. Mereka akan mempersembahkan karya terbaru dalam beragam desain, baik yang bergaya etnik, kontemporer, maupun baju Muslim.

Sebagai bahan perbandingan dengan karya desainer Tanah Air, JFW 2013 juga mengundang para perancang asal Thailand dan Inggris.

Bisnis
Pekan mode yang digagas oleh kelompok media Femina Group ini juga berusaha menampakkan perannya sebagai ajang yang mengarah pada bisnis. Salah satu wujudnya, seperti dikatakan Direktur JFW 2013 Lenni Tedja, adalah dengan membuat buyer’s room, yaitu tempat yang disediakan untuk mempertemukan desainer dengan calon pembeli, seperti agensi mode, pemilik butik, atau pengelola department store.

JFW 2013 juga berusaha membuka pintu bisnis dengan mendatangkan pengelola pusat bisnis mode, seperti Matahari Department Store dan butik online Zalora Indonesia. Keberadaan mereka diharapkan tidak hanya menjadi sponsor, tetapi juga berperan sebagai media bisnis bagi desainer.

”Kami membuka kesempatan bagi semua desainer untuk menempatkan karyanya di Matahari. Desainer yang merasa perlu mengambil kesempatan ini tentu harus ditopang kapasitas produksi yang baik dan dengan produk berharga terjangkau karena konsumen Matahari adalah kelas menengah,” kata Dharsana Sulistijo, General Manager dan Head of Marketing and Advertising Matahari Department Store.

Dharsana mengakui masih banyak desainer yang kesulitan bekerja sama dengan department store, baik karena kapasitas produksi yang belum memadai maupun sistem konsinyasi yang sering kali memberatkan desainer. Untuk itu, pihaknya berharap, JFW bisa mempertemukan komponen-komponen dalam bisnis mode.

”JFW bisa mempertemukan pihak ritel seperti kami, bank, dan desainer. Ini sebenarnya paket yang baik untuk membentuk kerja sama. Untuk saat ini, kami belum bisa banyak bicara mengenai kerja sama tersebut, tetapi berharap dapat diwujudkan,” lanjut Dharsana.

Selain department store, butik, dan concept store, butik online juga menjadi pilihan media bisnis produk mode di era digital seperti saat ini, apalagi bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Butik online Zalora Indonesia, misalnya, beroperasi juga di Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Taiwan, dan Hongkong. Sebagai butik online yang bercakupan wilayah layanan luas, Zalora menjadi media yang efektif bagi desainer muda Indonesia untuk memopulerkan produk.

Dengan segmen pasar kalangan pekerja dan kaum muda, salah satu yang paling diharapkan Zalora, seperti dikatakan Managing Director Zalora Indonesia Hadi Wenas, adalah kemampuan desainer untuk membaca selera pasar.

Desain yang mudah dipakai juga menjadi syarat yang krusial. ”Mereka juga perlu pandai mengelola bisnisnya sehingga proses produksi bisa berkesinambungan. Dengan demikian, kapasitas produksi suatu rancangan bisa terus terkelola mengikuti permintaan pasar,” kata Hadi.

Penjajakan bisnis juga dilakukan dengan membina desainer muda melalui program JFW Fashion Forward dengan mendatangkan Center for Fashion Enterprise (CFE) yang berpusat di London. Program yang dilakukan melalui kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini memilih delapan desainer dan pemilik label, yaitu Barli Asmara, Jeffry Tan, Albert Yanuar, Yosafat, Dian Pelangi, Major Minor, Cotton Ink, dan Bretzel, untuk dibina dan diarahkan berbisnis secara global.

”Ini adalah program yang bagus untuk menambah wawasan dalam membangun bisnis. Tetapi, saya berharap ada kelanjutan yang jelas karena seperti dikatakan pihak CFE, program lanjutan untuk kami sangat bergantung pada pemerintah,” tutur Jeffry.

Harapan wajar yang tentunya membutuhkan komitmen JFW dan pemerintah agar kreativitas Jeffry dan desainer lain tak sia-sia. (day/sf/iya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com