Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mampukah Bisnis SMS Premium Bangkit?

Kompas.com - 22/11/2012, 18:50 WIB

BBC Indonesia Ilustrasi ponsel

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Upaya membangkitkan bisnis konten digital dan SMS premium dihadapkan pada dua hal yang sama penting.

Konten premium merupakan sebuah bisnis yang sangat menjanjikan dan banyak pihak yang mengandalkan hidup dari bisnis ini. Tapi di sisi lain, mengembalikan kepercayaan pelanggan atas konten dan SMS premium bukanlah hal mudah.

Sejak ramai kasus pencurian pulsa akhir 2011 lalu, bisnis konten dan SMS premium seakan "hidup segan mati tak mau". Pendapatan perusahaan penyedia konten turun drastis.

Direktur Pelaksana PT Yatta Solution, T. Amershah berkisah, pendapatan perusahaannya anjlok hingga 95%. "Dulu pendapatan kita bisa mencapai Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar per bulan. Sekarang dapat Rp 10 juta per bulan saja susah," kata Amershah.

Banyak perusahaan penyedia konten yang melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan agar bertahan hidup. Dari sebelumnya gencar menawarkan SMS premium atau nada dering, kini penyedia konten menggantungkan hidup dari aplikasi dan game.

Demikian juga dialami operator seluler. Project Director Service, Content, Application, and Portal Task Force Telkomsel, Gideon E. Purnomo mengatakan, pelanggan konten digital turun 80% sejak Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan surat edaran penghentian layanan SMS premium, Oktober 2011.

Kepercayaan pelanggan, jadi perhatian utama pelaku bisnis konten digital dan VAS. Gideo berpendapat, hasil survei Telkomsel menyatakan bahwa konten masih diminati. Namun, pelanggan khawatir jika di kemudian terjadi hal yang tak diinginkan. Sakit hati atas "dosa" pencurian pulsa masih membekas.

Butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan itu. Caranya, dengan terus mengedukasi publik tentang cara berlangganan dan berhenti berlangganan konten.

Telkomsel juga menyatakan kesiapannya memperbaiki mekanisme bisnis dengan perusahaan penyedia konten, agar tak memberi celah berbuat curang yang merugikan pelanggan. "Telkomsel tak lagi memberlakukan syarat pendapatan minimum bagi mitra penyedia konten," ujar Gideon di konferensi VAS and Content Service Partner Telkomsel di Yogyakarta, Rabu (21/11/2012).

Keinginan penyedia konten

Komposisi bagi hasil penjualan konten yang diberlakukan Telkomsel saat ini adalah, 60% untuk penyedia konten dan 40% untuk Telkomsel. Dari perbincangan KompasTekno dengan beberapa perusahaan penyedia konten, mereka ingin bagian yang lebih besar dari itu.

"Yang perlu diketahui sekarang, banyak penyedia konten yang sekarat. Kalau operator memang mitra kami, harap mengerti kondisi kami yang sedang bersusah payah bertahan hidup," ujar seorang petinggi perusahaan penyedia konten yang enggan disebut namanya.

Selain itu, mereka juga berharap pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Kominfo No. 1 Tahun 2009 tentang Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat ke Banyak Tujuan. Operator seluler pun ingin regulasi ini dipercepat agar pelaku bisnis punya pedoman baru.

"Kami pikir bulan Agustus kemarin sudah selesai, tapi sampai sekarang belum ada," ujar Gideon.

Bersama dengan ratusan mitra penyedia konten dan VAS, Telkomsel berkomitmen menetapkan kebijakan baru bisnis konten yang mengutamakan pelanggan. Telkomsel dan mitra berjanji akan memberi dua kali konfirmasi bagi pelanggan yang ingin membeli atau berlangganan konten, dan tak ada lagi pesan promosi yang menjebak.

Selain itu, mereka juga merancang cara berhenti berlanggan yang sederhana, bisa dilakukan sendiri oleh pelanggan tanpan bantuan customer service.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com