Perintah itu, kata mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang kini Ketua Umum PMI Pusat, selain mencegah terjadinya banjir di Jakarta, dengan mengatur kawasan Puncak, juga mengatur sistem drainase dan membangun rumah susun untuk penghuni di bantaran Sungai Ciliwung.
”Perintah ke kabinet harus sekarang, dan dikerjakan sekarang juga. Jangan tunggu banjir surut. Kalau nanti, pasti tidak akan dilakukan. Presiden juga harus mengawasi pelaksanaannya,” kata Jusuf Kalla, Jumat (18/1) malam.
Biaya penanganan itu bisa diambil dari dana subsidi bahan bakar minyak di APBN 2013 yang mencapai Rp 300 triliun. ”Pakai saja subsidi BBM selama dua bulan, yang nilainya sekitar Rp 50 triliun untuk mengatasi banjir dan membangun tower bagi penghuni di bantaran Sungai Ciliwung. DPR harus bisa memahami soal penggunaan dana ini,” tambahnya.
Adapun untuk mempercepat penanggulangan bencana, ujar Kalla, tak ada salahnya jika
Pakar manajemen bencana dari Universitas Gadjah Mada, Sudibyakto, menegaskan, secara nasional belum ada prosedur standar yang mengatur situasi darurat khusus banjir. ”Setiap lembaga memiliki prosedur sendiri, tetapi prosedur operasi standar nasional yang mencakup antarlembaga belum digarap secara serius,” katanya.
Akibatnya, semua pihak terlihat bekerja sendiri-sendiri. Dalam situasi tanggap darurat saat ini, pucuk komando ada di tangan gubernur karena wilayah yang terlanda adalah Jakarta. BNPB sebagai otoritas nasional saat bencana berfungsi mendukung.
Seharusnya, cukup satu lembaga yang mengeluarkan data, seperti jumlah korban atau area terdampak banjir, secara detail sehingga bisa menjadi acuan bagi semua lembaga. ”Jika kondisi akibat banjir di Jakarta memburuk, jangan ragu-ragu untuk menetapkan status darurat nasional. Ini kewenangan presiden,” kata Sudibyakto.