Pembelaan itu muncul menyusul pengungkapan hasil penelusuran sebuah perusahaan keamanan internet AS, Mandiant. Perusahaan itu disewa surat kabar The New York Times yang pernah menjadi korban peretasan.
Dalam laporan tertulis setebal 74 halaman, Mandiant menyebut rinci sejumlah operasi peretasan berskala besar dari ”Negeri Tirai Bambu” itu.
Mandiant berhasil menelusuri asal serangan peretasan hingga ke sebuah gedung 12 lantai di Shanghai, yang belakangan disinyalir sebagai markas Unit 61398, kesatuan khusus mata-mata siber Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
”Kami punya banyak alasan mempertanyakan niat sesungguhnya AS dan para sekutu utamanya, secara berulang-ulang, menuduh China melakukan ancaman peretasan,” ujar Direktur Institut Riset Informasi Akademi Ilmu Sosial China Zhang Shuhua.
Seperti dikutip harian Global Times, Zhang juga menyebut Pemerintah AS terlalu melebih-lebihkan isu serangan peretas China tersebut demi mendapat alokasi anggaran lebih besar dari Kongres AS.
Dalam editorialnya, Global Times juga meminta Pemerintah China membantah dengan tegas tuduhan Mandiant dengan menggunakan laporan otoritatif dari sektor teknologinya.
Pemerintah China juga didesak menggalang semua institusi dan individu di China, yang pernah diretas atau diserang oleh pelaku-pelaku beralamat IP di AS, untuk bersama-sama menceritakan apa yang mereka alami.
Sementara itu, seperti diwartakan China Daily, profesor School of Software and Microelectronics di Universitas Peking, Wen Weiping, menyebut serangan siber terhadap China justru semakin meningkat pesat.