Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Canggih, Pemilu Mahal Malah Gagal

Kompas.com - 11/03/2013, 19:02 WIB

AP Uhuru Kenyatta

KOMPAS.com — Kenya berambisi membuat sistem elektronik berteknologi tinggi dalam Pemilihan Umum Presiden Kenya tahun 2013. Tapi hal itu tidak terealisasi. Banyak terjadi kerusakan dan kesalahan teknis yang membuat sistem beralih ke proses manual.

Pemilihan Umum Presiden Kenya menggunakan laptop untuk mencatat pemilih yang hadir di setiap tempat pemilihan suara (TPS). Masalah pertama datang dari laptop yang kehabisan daya baterai. Penyelenggara pemilu seakan tidak melihat realitas bahwa beberapa bangunan sekolah, yang dijadikan lokasi TPS, banyak yang belum terhubung dengan listrik.

Baru 23 persen wilayah tersebut yang memiliki akses listrik.

Di beberapa lokasi, menurut laporan NPR, alat identifikasi biometrik ibu jari mengalami gangguan. Petugas tidak diberi tahu nomor PIN dan password yang dibutuhkan untuk me-restart software.

Calon pemilih terpaksa menunggu beberapa jam di bawah terik matahari, demi memberi suara mereka kepada calon presiden yang diidamkan.

Tak berhenti sampai di situ. Saat petugas mulai melakukan penghitungan suara, rencananya hasil penghitungan akan dikirim lewat pesan singkat atau SMS. Namun sayang, sistem pengiriman SMS itu overload atau tak dapat menampung jumlah data yang masuk.

Penghitungan kembali pada sistem manual. Petugas membawa hasil suara ke Nairobi, ibu kota sekaligus kota terbesar di Kenya. Gangguan sistem elektronik dikritik banyak pihak, bahkan disebut memicu kecurangan dalam penghitungan.

Enam hari kemudian, Komisi Pemilihan Umum Independen Kenya mengumumkan Uhuru Kenyatta sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden 2013. Ketua Komisi Pemilihan Umum Independen Kenya Issack Hassan mengatakan, Kenyatta mendapat 50,07 persen suara sehingga pemilu putaran kedua tak perlu digelar.

Pemerintah Kenya telah melakukan investasi sebesar 10 miliar dollar AS untuk membangun Sillicon Savannah, sebuah pusat perusahaan rintisan (start-up) digital yang diharapkan menjadi magnet bagi Kenya di mata negara-negara Afrika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com