Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
JELAJAH KULINER

Jejak Kisah di Sepiring Makanan

Kompas.com - 27/03/2013, 01:49 WIB

Oleh Budi Suwarna dan Aryo Wisanggeni G

Pengantar Redaksi:

Sepanjang tahun 2013, ”Kompas” menggelar Jelajah Kuliner Nusantara 2013—liputan yang menggali narasi yang masih terpendam di balik kekayaan kuliner kita. Laporan liputan akan dimuat di ”Kompas” mulai akhir Maret ini dan selanjutnya dimuat setiap akhir bulan pada Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.

Di balik sepiring hidangan terekam serangkaian jejak kisah, mulai dari perdagangan, migrasi manusia, penaklukan, hingga peperangan. Jelajah Kuliner Nusantara 2013 mencoba merangkai penggalan-penggalan kisah di Nusantara lewat kekayaan kulinernya.

Dua puluh piring masakan disajikan di meja makan Rumah Makan Delima Baru, Aceh Besar. Ada kari itik, sie reboh, eungkot paya (semacam kari ikan air tawar), sup kambing, ikan keumamah (sejenis ikan kering), ayam tangkap, dan lainnya. Aroma rempah langsung melayang ke udara dan menggedor nafsu makan siapa saja yang menghirupnya.

Kari itik yang diletakkan di tengah meja menarik perhatian. Kuahnya yang coklat kemerahan menjanjikan kelezatan. Pedas dan hangatnya rempah terasa di setiap lelehan kuah. Dalam sekejap, sepiring kari itik itu tandas.

Di sebelah kari itik ada sie reboh atau daging asam yang dimasak dengan kuah blangong. Itu juga semacam kari. Masakan itu tidak menggunakan santan, tetapi kelapa gongseng yang gurih dan kelapa kukur. Seperti kari itik, kuah blangong yang merah dan berlemak itu kaya rasa rempah yang berpadu dengan gurih dan asam sie reboh. Siang itu, kami benar-benar berpesta dengan 20 piring masakan Aceh yang mewah.

Dua puluh piring masakan bisa berarti dua puluh cerita. Kari itik dan kuah blangong yang dihidangkan rumah makan itu segera mengingatkan kita pada jejak panjang India di Nusantara. Lewat persentuhan dengan orang India-lah bumbu kari merembes ke Nusantara, lantas menjadi bagian kuliner kita.

Ian Burnet dalam Spice Island (2011) menyebutkan, pada periode 50 SM-96 SM, para pelaut India, khususnya dari kawasan Tamil, berlayar ke Timur untuk mencari produk-produk penting, seperti emas, batu permata, gaharu, kayu manis, merica, cengkeh, lada, tanduk badak, dan gading gajah, untuk diperdagangkan di Pelabuhan Alexandria, Mesir. Dari situ, rempah menyebar ke Jazirah Arab dan Eropa, terutama Romawi.

Dalam pelayarannya ke Timur, pelaut India mendarat di pantai-pantai tidak dikenal di Asia Tenggara, termasuk Sumatera bagian utara. Mereka menembus hutan untuk bertemu penduduk yang menetap di dataran tinggi dan merayu agar penduduk mau menjual produk yang mereka cari. Proses itu memerlukan waktu bertahun-tahun. Selama periode itu, mereka dipaksa menetap di delta-delta subur yang mereka masuki dan kawin dengan gadis setempat (Bernard Philippe Groslier, 2011).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com