Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turis Indonesia Belum Percaya Biro Wisata Online

Kompas.com - 28/03/2013, 15:34 WIB

Black Trail LOreal Paris Men Expert Menyelam di Raja Ampat

JAKARTA, KOMPAS.com - Google mencatat satu dari empat pengguna internet Indonesia yang mencari info wisata lewat search engine melakukannya lewat perangkat mobile.

Sayangnya, di Indonesia hal tersebut tak lantas berlanjut menjadi angka konversi (jumlah pengunjung yang membeli produk/ jasa) yang tinggi untuk para pelaku bisnis travel online (OTA, online travel agent), dari sisi pengguna mobile.

Menurut editor dan pendiri Web In Travel Yeoh Siew Hoon, faktor penyebabnya ada dua, yaitu kekurangan infrastruktur memadai dan masih belum adanya kepercayaan terhadap metode pembayaran virtual yang berlaku di e-commerce, termasuk travel online.

Ketersediaan infrastruktur merupakan tanggung jawab pengelola jaringan, "Tapi soal trust ini tiada lain harus diatasi melalui edukasi konsumen oleh semua pelaku industri terkait," ujar Yeoh saat ditemui di sela-sela konferensi satu hari Web In Travel, Rabu (27/3/2013) di Jakarta.

Padahal, menurut Yeoh, pariwisata Indonesia sangat potensial dikembangkan. Dia mengatakan bahwa Indonesia sudah menjadi negara tujuan wisata nomer wahid bagi penduduk negara-negara tetangga seperti Singapura.

"Itu pula kenapa investor banyak yang tertarik pada Indonesia. Konsumen travel di sini memang masih lebih banyak bepergian ke destinasi lokal, tapi setelah itu tentu mereka akan melirik perjalanan ke luar negeri," ujar Yeoh seraya menambahkan bahwa Indonesia perlu mengembangkan daerah-daerah tujuan wisata di luar Bali.

Kolaborasi offline-online

Soal sikap masyarakat Indonesia terhadap e-commerce, pendiri dan ketua Mobile Monday Indonesia Andy Zain punya pendapat sendiri.

Menurutnya, salah satu cara yang bisa dilakukan OTA dalam menjaring konsumen yang gemar mencari informasi lewat perangkat mobile tapi masih merasa risi dalam melakukan transaksi via internet adalah mengkolaborasikan upaya online dan offline.

"Jadi, mencari informasi soal tawaran paket lewat online, tapi transaksi akhirnya tetap dibantu lewat offline seperti melalui call center," ujar Andy.

Andy mengatakan, konsumen di Indonesia sedang berada dalam masa peralihan menyikapi transaksi online dalam e-commerce.

Dia melihat perlunya pelaku bisnis travel online, utamanya yang bergerak melalui mobile, menciptakan aplikasi yang tidak berfokus pada transaksi akhir melainkan mendorong konsumen untuk mengeksplorasi daerah wisata.

Dengan demikian, ketertarikan konsumen terhadap paket wisata pun diharapkan bisa terbangun, sementara metode non-online disiapkan untuk transaksi. "Nanti dari situ barulah perlahan-lahan bergeser ke arah online sepenuhnya, tak bisa tiba-tiba," ujar Andy.

Andy melanjutkan, salah satu industri di luar travel yang bisa membantu memasyarakatkan e-commerce di Indonesia adalah industri hiburan, khususnya game mobile. "Di sana ada macam-macam transaksi online, misalnya in-game purchase, ini akan membuat pengguna terbiasa dengan hal tersebut."

Soal destinasi wisata sendiri, Andy agaknya sependapat dengan Yeoh. Indonesia dalam pandangannya memiliki banyak daerah wisata menarik yang bisa dikembangkan.

Tambahan faktor pendukungnya lagi, dia menilai orang Indonesia lebih banyak bepergian ke tujuan domestik ketimbang luar negeri. "Contohnya, pemegang NPWP saja cuma 20 juta, pemilik paspor tentu lebih rendah dari itu. Kenapa tidak manfaatkan daerah-daerah wisata di Indonesia saja?" 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com