Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paviliun Mungil Hasil Kerja Robot dan Ulat Sutera

Kompas.com - 04/06/2013, 18:14 WIB

KOMPAS.com - Apa jadinya jika ilmu biologi dipadukan dengan arsitektur? Pertanyaan ini tampaknya sudah mendapat jawaban dari kelompok Mediated Matter di MIT Media Lab.

Kelompok peneliti itu baru saja menciptakan sebuah kubah yang terbuat dari serat sutera dan ditenun oleh lengan robot. Terakhir, kubah tersebut disempurnakan oleh ulat sutera hidup. Proyek ini bertujuan untuk mengeksplorasi kemungkinan kerjasama antara teknik penciptaan digital dan biologi mampu membuat sebuah struktur arsitektur.

Pertama-tama, para peneliti tersebut memprogram lengan robot agar mampu menenun serat sutera hingga membentuk kepompong. Lengan tersebut nantinya akan menempatkan serat sutera sepanjang satu kilometer di seluruh rangka besi poligonal mendatar.

Proses ini akan menciptakan 26 panel, yang kemudian disatukan hingga membentuk kubah. Agar mampu berdiri, kubah digantung dengan benang-benang tipis.

Hasil akhir karya seni ilmiah itu tampak sangat lembut dan terkesan "bersih" karena berwarna putih. Namun, Anda harus melihat prosesnya. Pasalnya, sebanyak 6.500 ulat sutera hidup ditempatkan pada kubah tadi. Ulat-ulat ini lalu akan mengelilingi kubah dan mengeluarkan serat sutera yang menyempurnakan struktur.

Bekerja sesuai naluri

The Silk Pavilion, nama kubah tersebut, didesain dan dibuat di MIT Media Lab. Tujuan utama pembuatan proyek ini adalah mencari cara mengatasi keterbatasan memproduksi barang dalam skala arsitektural.

Menurut Group Director MEdiated Matter Neri Oxman, mempelajari proses alami seperti ulat sutera membuat kepompongnya, para ilmuan dapat mengembangkan cara-cara "mencetak" (print) struktur arsitektur dengan lebih efisien ketimbang tenologi 3D printing.

Uniknya, tim dikepalai oleh Oxman ini mencatat pergerakan ulat-ulat yang bekerja sesuai nalurinya. Para ilmuwan menempatkan magnet berukuran mungil di kepala ulat. Dengan magnet ini, para ilmuwan dapat mendeteksi pergerakan ulat-ulat tersebut.

"Kami berhasil merekam pergerakan ulat sutera seperti ketika mereka membangun kepompongnya," ujar Oxman.

"Tujuan kami adalah menerjemahkan data dari pergerakan ulat ke printer 3D yang terhubung dengan lengan robot untuk mempelajari struktur biologi dalam skala lebih besar," tambahnya.

Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa ulat lebih cenderung "merajut" di daerah-daerah lebih gelap. Sutera tampak lebih jarang pada daerah selatan dan timur kubah yang terpapar lebih banyak sinar matahari.

(Sumber:www.dezeen.com) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com