Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akuisisi Axis, Apa yang Dicari XL?

Kompas.com - 26/09/2013, 18:38 WIB
Aditya Panji

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - XL Axiata sepakat untuk mengakuisisi Axis Telekom Indonesia, Kamis (26/9/2013). Namun, akuisisi belum selesai karena kedua belah pihak menunggu persetujuan dari pemerintah, dan XL juga meminta tak ada perubahan pada kepemilikan spektrum frekuensi.

Spektrum frekuensi merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki Axis. XL, tentu sangat menginginkan frekuensi tersebut untuk menambah kapasitas dan meningkatkan kualitas layanan.

Di spektrum frekuensi 1.800MHz, Axis memiliki alokasi 15MHz, sementara di 2.100MHz memiliki alokasi 10MHz.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000, disebutkan bahwa pemegang alokasi frekuensi tidak dapat mengalihkan frekuensi yang diperoleh kepada pihak lain. Namun, hal ini dimungkinkan jika ada izin dari Menteri Komunikasi dan Informatika.

Pemerhati dan peneliti telekomunikasi dari Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi berpendapat, selama ini aksi akuisisi atau merger yang dilakukan perusahaan telekomunikasi di Indonesia, tidak pernah mengembalikan alokasi frekuensi yang diperoleh.

"Tapi harus ada persetujuan dari Menteri. Dan saya pikir Menteri sebaiknya memberi izin kepada XL untuk mendapatkan frekuensi Axis," ujarnya saat dihubungi KompasTekno.

Ia memberi contoh, saat Indosat mengakuisisi Satelindo pada 2003, Indosat mendapatkan sumber daya, penomoran, hingga frekuensi Satelindo. Begitu juga dengan Bakrie Telecom yang pada 2012 lalu mengakuisisi Sampoerna Telekom Indonesia.

Aksi merger dan akuisisi antar operator seluler, menurut Heru, perlu didukung untuk mengurangi jumlahnya yang begitu banyak. "Pemerintah harus memberi insentif, tapi bukan berupa uang, melainkan kemudahan untuk proses merger dan akuisisi di antara operator telekomunikasi," tambahnya.

Dalam sebuah diskusi, Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kemenkominfo, Muhammad Budi Setiawan pernah mengakui, bahwa jumlah operator seluler di Indonesia sudah terlalu banyak dan dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Jumlah yang ideal menurutnya adalah 4 sampai 5 perusahaan saja.

"Jika jumlah operator seluler terlalu banyak, maka sumber daya frekuensi menjadi terbatas. Inilah yang menjadi masalah telekomunikasi di Indonesia," kata Setyanto P. Santosa, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) di acara Innovation Qualcomm.

Saat ini, ada tiga operator seluler yang terbilang sangat membutuhkan frekuensi tambahan untuk memenuhi kebutuhan bandwidth dan pelanggan, yakni Telkomsel, Indosat, dan XL.

Untuk mengakuisisi Axis, XL telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan Saudi Telecom Company (STC) dan Teleglobal Investment B.V. (Teleglobal), yang merupakan anak perusahaan STC.

Dalam kesepatakan akuisisi, Teleglobal akan menjual 95% saham di Axis kepada XL. 100 persen nilai perusahaan Axis dinilai sebesar USD 865 juta, dengan catatan buku Axis bersih dari utang dan posisi kas nol (cash free and debt free). Harga Pembayaran akan digunakan untuk  membayar nilai nominal saham Axis, serta membayar hutang dan kewajiban AXIS

Dalam siaran pers, Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi mengatakan, konsolidasi harus terjadi dalam industri telekomunikasi. "Aksi korporasi ini diharapkan dapat mendorong konsolidasi yang akan mendukung pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia yang lebih sehat secara jangka panjang," tutur Hasnul.

Merril Lynch (Singapore) Pte. Ltd. (Bank of America Merril Lynch) bertindak sebagai penasehat keuangan dari XL untuk transaksi ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com