Kisah dimulai pada tahun 1972 saat keduanya masih remaja dan memutuskan tinggal serumah di Cupertino. Pada awalnya, mereka ditolak oleh si pemilik yang lebih memilih menyewakan rumahnya kepada lajang, bukan pasangan.
Namun, Brennan mengatakan, Steve berhasil membujuk si pemilik rumah. Dan itulah, tutur Brennan, salah satu kelebihan Steve dalam "menaklukkan" orang lain lewat caranya.
Selain mudah menaklukan orang lain, Steve terkenal sebagai pribadi yang kritis dan cukup egois. Seiring berkembangnya Apple, terlihat bahwa Steve semakin sulit mengendalikan dirinya.
Dulu, keinginan untuk selalu menang hanya terlihat pada saat Steve di rumah, misalnya dengan pemilihan kamar. Saat tinggal serumah, Steve memilih untuk tidak sekamar untuk menghindari keputusan yang emosional pada saat bersama.
Awalnya, Steve memilih kamar di area paling depan rumah. Ini menunjukkan betapa ia sangat ingin memimpin. Namun, ketika Brennan menempati kamar tidur utama yang lebih luas, Steve memutuskan untuk pindah dan menempati kamar Brennan.
Setelah Apple berkembang pesat, Steve menjadi semakin tidak terkontrol dan bossy. Dia memesan makanan dari restoran setiap harinya dan tidak segan-segan memarahi pelayan restoran jika pesanan yang datang tidak seperti yang diharapkannya.
Berujung perpisahan
Ada satu hal unik yang diingat jelas oleh Brennan. Steve selalu merasa dirinya seorang pilot pada pesawat perang dunia ke-2. "Ia selalu merasa akan hendak lepas landas kala mengemudikan mobilnya," ujar Brennan seperti yang dikutip oleh New York Post.
Saat dia makin serius mengembangkan Apple, dunia dan hari-harinya berubah orientasi. Pusat perhatiannya hanya ditujukkan pada Apple.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.