Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Kepastian Bitcoin di Indonesia

Kompas.com - 19/01/2014, 11:57 WIB
Oik Yusuf

Penulis

Penanda pada jendela mempromosikan mesin ATM Bitcoin yang telah dipasang di Waves Coffee House di Vancouver, British Columbia, Kanada, 28 Oktober 2013.

KOMPAS.com - Nama Bitcoin sedang banyak diperbincangkan di seantero dunia. Penggunaan mata uang cryptocurrency ini telah menyebar luas, sementara kesahihannya sebagai alat pembayaran masih banyak dipertanyakan dan menuai kontroversi.

Tak terkecuali di Indonesia, di mana perkembangan Bitcoin terganjal dua persoalan, yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai mata uang digital ini, dan belum adanya peraturan resmi yang meregulasi transaksi Bitcoin.

Dua hal tersebut menjadi topik hangat diskusi dalam pertemuan komunitas Bitcoin pertama di Indonesia yang dimotori oleh Indonesian Bitcoin Community (IBC) di Jakarta, Sabtu (18/1/2013).

Aditya Suseno dari IBC mengatakan bahwa belum adanya pengakuan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia berpotensi menimbulkan masalah hukum terkait dengan transaksi yang dilakukan.

"Legalitas transaksi bisa dipertanyakan ketika dilakukan dengan menggunakan Bitcoin. Misalnya saya menjual handphone ke Anda, sementara Anda membayar dengan Bitcoin, saya bisa saja mengklaim bahwa pembayaran belum dilakukan karena memang tidak menggunakan alat pembayaran yang diakui," jelas Aditya.

Adanya peraturan dan pengakuan yang jelas atas Bitcoin, lanjut Aditya, akan memperluas penggunaan mata uang ini dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bitcoin.

Dia menyebutkan bahwa di Indonesia penggunaan Bitcoin masih belum memasyarakat dan relatif terhambat dengan absennya regulasi yang mengatur mata uang virtual tersebut secara eksplisit. Padahal, Bitcoin disebutnya memiliki sejumlah kelebihan yang mempermudah transaksi digital dibanding mata uang konvensional, misalnya berupa kebebasan dari biaya transfer dan kecepatan transaksi.

Bersama dengan Artabit, perusahaan rintisan yang bergerak di bidang layanan finansial menggunakan Bitcoin, Aditya pernah melayangkan surat terbuka ke Bank Indonesia, berisi uraian tentang manfaat Bitcoin yang tak terpengaruh manipulasi moneter oleh negara adidaya.

Bank Indonesia sendiri telah melakukan kajian atas pemakaian Bitcoin untuk bertransaksi, namun hingga saat ini masih belum ada laporan resmi tentang penggunaannya ke BI.

Terkait dengan persoalan transaksi, Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran Ronald Waas Kamis (16/1/2014) lalu mengutip Undang-undang Nomer 7 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa semua transaksi di NKRI harus menggunakan mata uang rupiah.

Ronald mengungkapkan bahwa BI telah berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk membahas Bitcoin. Namun, karena sifat Bitcoin yang masuk ranah teknologi, Ronald mengatakan bahwa wewenang berada di tangan Kemenkominfo.

Naik turun tajam

Pertama kali diperkenalkan oleh peneliti (atau kelompok peneliti) dengan alias "Satoshi Nakamoto", Bitcoin dikembangkan sebagai mata uang digital untuk transaksi peer-to-peer. Pengelolaan Bitcoin dilakukan secara terdesentralisasi tanpa otoritas pusat. Bitcoin tak memiliki nilai intrinsik dan tidak dijamin oleh pemerintah atau institusi keuangan manapun.

Hal ini berbeda dengan mata uang konvensional, yang peredarannya ditentukan oleh otoritas, yaitu bank sentral yang bertugas menjalankan kebijakan moneter dengan cara mengatur pasokan uang yang beredar.

Bitcoin semata-mata menjadi bernilai karena dipakai oleh banyak orang. Nilai mata uang ini bergantung pada penerimaan di komunitasnya, serta besarnya angka permintaan dan jumlah pasokan yang tersedia.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com