Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/01/2014, 17:43 WIB
Oik Yusuf

Penulis

KOMPAS.com - Diakui atau tidak, demam Bitcoin sedang melanda dunia. Cryptocurrency yang bersifat terdesentralisasi dan tidak diatur atau dijamin oleh otoritas pusat ini ramai digunakan untuk bertransaksi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Meski memiliki sejumlah kelebihan dibanding mata uang "konvensional", Bitcoin bukannya tidak memiliki risiko. Ada beberapa ancaman yang mengintai para pengguna uang virtual ini. Salah satunya berkaitan dengan persoalan penyimpanan Bitcoin.

Untuk bisa membelanjakan Bitcoin, pemilik membutuhkan baris kode khusus bernama "private key". Baris kode ini disimpan di dalam "wallet" atau dompet digital. Ketika akan dipakai, barulah pemilik mengakses kode tersebut dan menggunakannya untuk transaksi.

Private key bisa disimpan secara lokal di komputer maupun dicetak dengan printer. Persoalan muncul karena baris kode ini bisa dicuri atau hilang. Apabila itu terjadi, maka semua Bitcoin yang terasosiasi dengan private key bersangkutan akan raib selamanya dari tangan pemilik.

Kasus seperti ini beberapa terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Misalnya peristiwa yang menimpa  Inputs.io. Penyedia wallet online tersebut November lalu dibobol hacker sehingga mengakibatkan para "nasabah" kehilangan Bitcoin senilai 1,2 juta dollar AS.

Private key yang disimpan dalam "Cold Storage" (komputer atau media penyimpanan yang tak terkoneksi ke internet) pun memiliki kerentanan tersendiri. Seorang pria bernama James Howells menyimpan 7.500 Bitcoin dalam wallet di dalam hard disk komputernya. Ketika hard disk tersebut hilang, Howells terpaksa merelakan uang virtual senilai jutaan dollar tersebut.

Untuk mengurangi risiko itu, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan sedikit berbagi tips.

Pengelola salah satu bursa Bitcoin terbesar di Indonesia ini mengungkapkan bahwa dia membikin print-out dompet Bitcoin dalam bentuk tercetak. "Lalu, agar aman, cetakan tersebut kami simpan dalam safety deposit box," kata Oscar ketika ditemui usai acara gathering Indonesia Bitcoin Community di Jakarta, Sabtu (18/1/2014) kemarin.

Untuk melindungi wallet online, password yang kuat bisa digunakan. Dapat pula ditambahi layanan otentikasi dua-faktor macam Google Authenticator yang seringkali ditawarkan oleh dompet berbasis web. Backup wallet juga diperlukan untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan server bermasalah atau komputer/hard disk rusak.

Risiko finansial

Risiko lain terkait Bitcoin adalah nilai mata uang ini sendiri yang terkenal sangat fluktuatif. Pada awal Januari 2013, misalnya, Bitcoin dihargai 13 dollar AS per keping (1 BTC). Angka itu meroket ke lebih dari 1.100 dollar AS per keping pada Desember tahun yang sama, lalu terpangkas menjadi hanya setengahnya (sekitar 500 dollar AS), hanya dalam beberapa jam setelah pelarangan transaksi Bitcoin di China.

Ini membuat nilai Bitcoin yang dimiliki menjadi tidak stabil dan menjadi masalah sendiri bagi pelaku bisnis yang memakai mata uang virtual tersebut. Harga barang dan nilai uang yang dibayarkan bisa naik atau turun dengan tajam dalam waktu sangat singkat sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam jual beli.

Tiyo Triyanto dari IBC mengatakan bahwa salah satu cara mengatasi fluktuasi harga tersebut adalah dengan memakai penyedia jasa layanan finansial Bitcoin semacam Artabit. "Pembeli, misalnya, membayar harga barang yang telah ditentukan dalam bentuk Bitcoin kepada Artabit, sisanya ditangani oleh mereka sehingga resiko bukan berada di tangan pengguna."

Dengan asumsi tidak terjadi fluktuasi berlebihan, Bitcoin menawarkan keuntungan tersendiri untuk bisnis yang memasarkan produk secara online karena hampir tak ada biaya transaksi untuk pembeli dan penjual. Begitupun untuk keperluan transfer uang yang dibuat mudah dan murah dibandingkan mata uang konvensional.

Seperti mata uang atau komoditas lain, perilaku hoarding atau penimbunan juga terjadi dengan Bitcoin. Di India dan China, misalnya, angka permintaan Bitcoin terbesar disinyalir berasal dari spekulan yang mencari untung. Tak menutup kemungkinan bahwa harga Bitcoin bisa crash apabila sejumlah besar koin virtual tersebut dilepas dalam satu waktu, terlebih dengan kondisi Bitcoin saat ini yang banyak disebut sedang mengalami bubble.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com