KOMPAS.com - Dekade 1930-an, dunia adalah tempat yang sangat berbeda dari sekarang, termasuk dalam hal fotografi. Kala itu kamera identik dengan merek-merek Eropa, terutama yang berasal dari Jerman, seperti Leica dan Contax.
Hingga kemudian seorang Jepang bernama Goro Yoshida mencoba membongkar sebuah kamera rangefinder 35mm "Leica Model II" untuk mempelajari cara kerjanya.
Dari situlah sejarah Canon bermula. Berbekal misi "mengejar Leica dan melewatinya", perusahaan ini telah menjelma menjadi raksasa digital imaging dengan 200.000 karyawan di seluruh dunia.
Semuanya berakar dari "Kwanon", sebuah kamera purwarupa yang namanya berasal dari Dewi Welas Asih Buddha. "Nama tersebut lantas diubah menjadi 'Canon', agar lebih mudah diucapkan waktu perusahaan memasuki pasar internasional," ungkap petugas yang memandu Kompas Tekno menjelajahi museum Canon di kantor pusatnya di Tokyo, Rabu (13/2/2 dua minggu lalu.
Tempat ini memajang sejumlah produk yang masing-masing mewakili masa tertentu dari sejarah Canon Inc, seperti kamera Kwanon yang merupakan kamera 35mm focal plane rangefinder pertama dari Jepang tadi, misalnya.
Sebelum mulai membuat lensa sendiri, Canon bekerjasama dengan spesialis optik Nippon Kogaku (cikal bakal Nikon Corporation) untuk menyediakan lensa yang sesuai produk kameranya. Kamera rangerfinder 35mm komersial pertama dari Canon ini dinamai "Hansa
Canon".
Canon dan Nikon kelak tumbuh menjadi pemain paling dominan di industri fotografi modern, mengangkat Jepang menjadi produsen kamera dan lensa ternama.
Lensa putih
Dalam perjalanannya, Canon terus menerus menciptakan produk baru yang diimbuhi inovasi terkini pada masanya. Perusahaan ini sempat menimbulkan kontroversi ketika memperkenalkan mounting lensa autofokus EF di produk kamera EOS 650 pada 1987.
Hal tersebut menjadi persoalan karena lensa-lensa Canon sebelumnya yang menggunakan tipe mounting FD tidak kompatibel dengan kamera autofokus dengan mounting EOS.
Toh, Canon terus berjalan. Justru, berkat sistem autofokusnya yang meletakkan motor AF di lensa itu, produsen ini justru mendominasi di bidang action photography, seperti olahraga yang membutuhkan fokus gegas.
Lensa-lensa supertele Canon yang berwarna putih pun menjadi pemandangan umum di tiap venue sport dan ajang-ajang bergengsi lainnya seperti balap F1. Warna putih tadi bukan tanpa alasan.
Konon, kristal fluorite yang sering digunakan sebagai bahan elemen kaca pada lensa-lensa ini gampang berubah sifat karena panas. Nah, untuk meminimalisir panas karena matahari, tubuh lensa pun dilabur dengan warna putih.
Lensa-lensa itu turut menghiasi salah satu sudut di museum Canon. Termasuk lensa autofokus DSLR "terpanjang" yang pernah dibuat oleh Canon, EF 1200mm f/5.6 USM.
Lensa super telephoto langka yang sudah tidak diproduksi ini kabarnya harus dipesan dulu sebelum bisa dibeli. Saking sulitnya dibuat, dalam waktu satu tahun Canon hanya bisa menghasilkan dua unit EF 1200mm f/5.6 USM.