Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Repeater Sinyal Ilegal Sulit Ditertibkan

Kompas.com - 04/06/2014, 17:24 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Repeater atau penguat sinyal telekomunikasi kian marak dipasang di mana-mana. Walau berguna untuk menguatkan sinyal seluler di suatu area, namun sebagian di antaranya bersifat ilegal, atau tidak memiliki izin. Repeater ilegal tersebut justru malah menimbulkan gangguan.

Telkomsel selaku penyedia layanan seluler terbesar di Indonesia mencatat, sepanjang tahun 2013 lalu, pihaknya mencatat ada sekitar 121 kasus laporan repeater ilegal, belum termasuk yang tidak dilaporkan.

Repeater ilegal tersebut menurut Telkomsel telah mengganggu sekitar 792 menara BTS milik Telkomsel, di seluruh Indonesia. Kasus repeater ilegal ini paling banyak terjadi di wilayah Jabodetabek.

"Satu repeater ilegal bisa mengganggu wilayah sekitar BTS terdekat, dan bisa mengganggu juga BTS-BTS lain milik operator lain," demikian terang Vice President ICT Network Management Area PT Telkomsel area Jabotabek dan Jabar, M. Mustaghfirin di sela-sela diskusi panel tentang Penyalahgunaan Penguat Sinyal Seluler di ajang ICS 2014,  Rabu (4/6/2014) di Jakarta.

Dari data yang dimiliki Telkomsel, di tahun 2013 lalu terdapat sekitar 66 repeater ilegal di wilayah Jabotabek. Jumlah BTS yang terganggu mencapai 275 menara.

Di Jakarta sendiri, hingga akhir Mei 2014 lalu, Telkomsel mencatat masih ada sekitar 62 titik area yang masih terganggu gara-gara repeater ilegal.

Sumatera bagian utara menjadi wilayah terbanyak kedua setelah Jabotabek, dengan jumlah 21 repeater ilegal yang mengganggu sekitar 325 menara BTS di wilayah tersebut.

Sementara Jawa Tengah berada di posisi tiga dengan temuan 17 repeater ilegal yang mengganggu 59 BTS Telkomsel.

Gangguan-gangguan terhadap layanan seluler tersebut menurut Telkomsel berupa susah menerima panggilan suara, kualitas suara yang buruk, atau bahkan hingga panggilan yang terputus. Layanan pesan singkat (SMS) juga seringkali gagal mengirim dan menerima.

Untuk layanan data, gangguan bisa berupa akses data yang susah dan throughput yang rendah.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Muhammad Budi Setiawan, M.Eng mengatakan, pemerintah harus melindungi para operator seluler yang beroperasi di Indonesia.

"Operator menggunakan frekuensi yang dialokasikan dengan membayar, sehingga pemerintah harus melindungi, yang mengganggu harus ditertibkan, sehingga tidak sampai mengurangi kualitas layanan telekomunikasi," demikian terangnya.

Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan perangkat penguat sinyal yang tertuang dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

"Barang siapa yang melanggar aturan yang telah ditetapkan tersebut, seperti menggunakan penguat sinyal yang tidak disertifikasi dan tanpa izin, bisa dipidana penjara hingga 6 tahun atau denda Rp 600 juta," pungkas Budi.

Dirjen SDPPI disebut Budi juga telah melakukan penertiban perangkat penguat sinyal di daerah-daerah. Walau demikian, sejumlah kendala masih dihadapi, baik dari internal maupun eksternal.

Kendala internal sendiri disebut oleh Budi antara lain, belum optimalnya sosialisasi penggunaan perangkat penguat sinyal berdasarkan peraturan yang berlaku dan sulitnya melakukan pengawasan terhadap penjual repeater selular yang dilakukan melalui media elektronik (internet).

Sementara kendala eksternalnya antara lain semakin banyaknya peredaran perangkat penguat sinyal (repeater) dari luar negeri sehingga menyulitkan dalam hal pengawasan di lapangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com