Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dia, Menkominfo Ideal Menurut Akademisi TI

Kompas.com - 14/08/2014, 20:05 WIB
Aditya Panji

Penulis

Ketiga, lemahnya kedaulatan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (ipoleksosbudhankam) NKRI karena ketergantungan pada layanan internet dan media sosial yang dikendalikan dan dimiliki oleh industri TIK asing.

Keberadaan layanan berbagai penyedia OTT di berbagai data center di luar daerah hukum Indonesia melemahkan kedaulatan NKRI dari sisi ipoleksosbudhankam. Padahal, kegiatan masyarakat Indonesia dalam hampir segala bidang saat ini bertransformasi memasuki dunia cyber, misal dalam bidang ekonomi saat ini telah banyak jual beli online.

Ketergantungan kegiatan ekonomi di Indonesia terhadap keberadaan layanan Google, Yahoo, Facebook, WhatsApp, dan seterusnya merupakan suatu fakta yang tidak bisa dimungkiri. Karena itu, pemerintah bisa meregulasi dan mengarahkan agar muncul perusahaan internet nasional yang besar dan kuat sehingga kedaulatan NKRI dari sisi ipoleksosbudhankam lebih terjaga.

Pola kerja sama dengan Google, Yahoo, Facebook, WhatsApp dan lain-lain mungkin bisa dijajaki. Namun, yang terpenting bagaimana eksistensi badan hukum dan eksistensi fisik, terutama data center, dari seluruh layanan ini ada di daerah hukum Indonesia, sehingga pemerintah memiliki kendali. Mengadopsi sebagian dari strategi Tiongkok merupakan pilihan yang patut dipertimbangkan.

Keempat, stabilitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang langka seperti frekuensi dan infrastruktur maupun infostruktur yang jauh dari optimal.

Ambil contoh saat ini transponder satelit milik Indonesia untuk komersial sudah habis, sehingga untuk kebutuhan transponder harus menyewa ke satelit asing, padahal bangsa Indonesia yang berbentuk kepulauan ini penggunaan satelit sangat penting. Kemudian masalah trafik internet ke luar negeri, tanpa kita dapat mungkiri bahwa akses internet ke luar negeri dari Indonesia sangat besar dan biaya yang tidak kecil setiap tahunnya. Hal ini bisa dikurangi jika para penyedia layanan mempunyai data center di Indonesia. Misal Facebook, BlackBerry, dan lain-lain, mengapa kita harus membayar trafik ke luar negeri, padahal yang saling berkomunikasi itu sama-sama ada di Indonesia.

Bila optimalisasi penggunaan resources masih sangat rendah, maka ini akan berdampak juga dengan kecenderungan stabilitas dan efisiensi telekomunikasi nasional yang semakin turun. Stabilitas dan efisiensi yang tinggi artinya kemampuan bertahan di tengah kecenderungan turunnya revenue bisnis telekomunikasi dalam kondisi trafik yang booming menjadi lebih tinggi.

Untuk itulah, pemerintah harus mengembangkan kebijakan agar jaringan telekomunikasi nasional meningkat efisiensinya. Pengertian jaringan telekomunikasi yang efisien di sini adalah utilitas jaringan berada di rentang tertentu yang menyebabkan jaringan bisa dioperasikan untuk menghasilkan revenue yang selisihnya dengan capex dan opex akan menghasilkan suatu rate of return yang memadai.

Kelima, lemahnya SDM TIK Nasional. Indonesia sangat kekurangan SDM TIK yang andal di berbagai bidang kompetensi, baik dari programmer, system analyst, perencana TIK, hingga security engineer. SDM yang andal baik dari sisi kualitas maupun kuantitas menjadi syarat perlu keberhasilan pemerintah mewujudkan program-programnya dalam bidang TIK. Tanpa SDM TIK mencukupi, maka seluruh program TIK nasional hanya akan menjadi utopia.

Karena itu, pemerintah perlu menggenjot berbagai program meningkatkan SDM TIK di Indonesia, baik secara kualitatif maupun dari sisi kuantitas, dengan perencanaan matang.

Kriteria apa yang harus dimiliki Menkominfo
Untuk memberikan solusi lima masalah tadi, harus dipilih figur Menkominfo yang tepat, yaitu berani mengambil keputusan, memiliki rekam jejak dalam pengambilan keputusan besar yang memiliki risiko, namun terbukti keputusannya tepat, memiliki wisdom, dan terbukti bisa mengambil kebijakan yang mengikuti rasa keadilan, namun pada saat yang sama memiliki keberpihakan terhadap kepentingan yang lemah.

Selanjutnya memiliki kemampuan diplomasi yang extraordinary karena banyak masalah TIK memerlukan kemampuan diplomasi dan negosiasi yang luar biasa terhadap berbagai pihak yang terkait, baik pihak di dalam maupun di luar negeri. Punya pemahaman terhadap permasalahan-permasalahan TIK nasional secara komprehensif dan mendalam, peran TIK nasional dari berbagai aspek (ipoleksosbudhankam), serta bagaimana menumbuhkan industri TIK nasional serta aspek bisnis dan teknikal serta legal dari industri TIK nasional.

Figur Menkominfo juga harus memahami state of the art dari industri dan best practices serta regulasi TIK secara global, paham aspek hukum TIK baik dari sisi praktik dan tren secara global maupun relevansinya dengan kondisi dan kebijakan nasional, paham masalah teknologi telekomunikasi baik terestrial maupun satelit, teknologi internet, information security, data center and disaster recovery center, hardware, serta masalah elektronik pembentuknya serta technology mobile phone, PC, laptop serta gadget, software dan aplikasi, middleware dan integrasi, tata kelola TIK, perencanaan, pengembangan, pengadaan, pengawasan, evaluasi dan monitoring TIK, serta business continuity management (BCM).

Siapa tokoh yang kira-kira bisa menjalankan amanat TIK di Indonesia?
Adapun figur yang mungkin memenuhi kriteria tersebut, menurut hemat saya, adalah DR Danrivanto Budhiyanto, SH, Magister of IT Law (mantan Anggota BRTI periode 2010–2012).

Satu catatan penting, hemat saya, fungsi penyiaran, pengaturan media massa, dan publikasi sebaiknya di bawah kementerian yang terpisah, bukan di bawah Kemenkominfo. Hal ini karena:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com