Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dia, Menkominfo Ideal Menurut Jurnalis TI

Kompas.com - 15/08/2014, 13:23 WIB
Aditya Panji

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia dalam waktu dekat akan memiliki menteri komunikasi dan informatika (menkominfo) baru setelah pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2014. Banyak masukan dari berbagai pihak soal figur yang mereka percaya dapat menjalankan amanat industri teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) pada masa depan.

KompasTekno turut meminta pendapat dari para pebisnis dan pengamat industri TIK soal menkominfo baru.

Kami meminta pendapat tentang masalah TIK terbesar yang perlu segera diatasi dan kriteria menkominfo mendatang. Tak lupa, kami juga meminta pendapat mereka tentang figur yang layak menjabat sebagai menkominfo untuk melakukan tata kelola TIK, menciptakan ekosistem digital yang sehat, dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Pada kesempatan ini, kami bertanya kepada dua narasumber jurnalis TI di Indonesia.

Berikut adalah pendapat narasumber dari kalangan jurnalis teknologi yang kami hubungi:

1. Wicaksono Surya Hidayat
(Editor Tekno Kompas.com)

Masalah terbesar TIK yang perlu segera diatasi?
Memang agak sulit untuk benar-benar menyebut satu titik masalah apa yang harus diselesaikan oleh menkominfo yang akan datang. Ini kalau kita berasumsi bahwa di pemerintahan yang akan datang masih ada jabatan menkominfo. Bisa saja jabatan itu diganti, kan?

Masalahnya begini, selama ini banyak hal di ranah menkominfo yang terkabutkan oleh kepentingan dan kemauan politik sehingga posisi menteri tersebut seakan-akan melulu terkait dengan sensor dan blokir internet. Padahal, ada hal lain yang lebih penting untuk diperhatikan.

Persoalan pertama, jelas, yakni adanya masalah bahwa belum meratanya akses internet dan infrastruktur telekomunikasi lain di Indonesia. Bahkan, di wilayah perkotaan, konsumen masih mengeluhkan soal koneksi data yang "blank spot" hingga tidak bisa melakukan panggilan telepon. Bagaimana dengan wilayah terpencil?

Padahal, kalau bicara pemerataan infrastruktur dan akses telekomunikasi, itu kewajiban pemerintah, dan sudah bukan lagi tanggung jawab industri, yang wajar jika memikirkan aspek bisnis terlebih dahulu. Di pundak pemerintahlah, yang memegang amanat dari dana Universal Service Obligation dan pendapatan negara bukan pajak lain, kewajiban itu berada untuk menjamin adanya pemerataan akses tersebut.

Hal lain yang perlu diselesaikan oleh menkominfo mendatang adalah bagaimana pemanfaatan sumber daya terbatas yang selama ini ada di ranahnya. Tentunya ini termasuk frekuensi radio, yang digunakan mulai dari operator seluler hingga siaran televisi.

Menkominfo berikutnya harus tegas mengembalikan fungsi frekuensi yang terbatas itu untuk digunakan demi kepentingan rakyat banyak. Semua pihak yang sudah memiliki hak penggunaan frekuensi harus diawasi dengan jeli, apakah benar sudah dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak? Jika tidak, harus ada penegakan hukum yang tegas. Artinya? Kalau memang harus dicabut, ya cabut saja frekuensinya!

Kemudian, soal konten, tugas kementerian ini adalah mendorong lahirnya konten yang bermutu. Jangan berpikir kerdil dan hanya bisa memblokir. Upaya untuk melahirkan konten yang bermutu harus dilakukan, bekerja sama dengan pelaku industri kreatif. Inovasi konten adalah senjata ampuh untuk meredam konten negatif karena, selain memberikan sajian yang layak, juga meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya.

Pengembangan konten harusnya dapat porsi jauh lebih besar daripada blokir-memblokir, sensor-menyensor, yang terus terang tidak akan pernah efektif, kecuali sebagai "proyek mercu suar" dan pengalih perhatian publik saja.

Prinsipnya: sembuhkan penyakitnya, bukan gejalanya!

Kriteria apa yang harus dimiliki menkominfo?
Indonesia butuh sosok menteri yang bekerja. Suara rakyat dalam Pemilu 2014 sudah jelas, lebih banyak yang mendambakan pemimpin yang giat bekerja. Jadi, itu hal pertama yang harus dimiliki menkominfo mendatang: mau bekerja, mau melihat kondisi sebenarnya, mau mendengarkan pendapat dari semua pihak (bukan hanya yang segolongan dengan dirinya).

Memang benar bahwa menteri tidak harus ahli di bidangnya. Namun, secara pribadi, ingin sekali rasanya melihat seorang menteri yang tidak gagap bicara IT, apalagi yang bisa coding. Bayangkan, seorang menteri dengan kemampuan developer!  

Satu hal lagi, menteri adalah sebuah jabatan publik, jadi kriteria penting berikutnya dari menkominfo mendatang adalah mampu menjabarkan program dan kebijakannya ke publik. Sekurang-kurangnya ia harus bisa menjelaskan kenapa sebuah kebijakan diambil dan apa manfaatnya bagi rakyat banyak. Lebih bagus lagi kalau sang menteri punya visi yang jelas.

Siapa tokoh yang kira-kira bisa menjalankan amanat TIK di Indonesia?
Kalau saya sendiri ingin sekali Kang Onno W Purbo bersedia jadi menteri. Track record "demi rakyat" dari seorang Onno sudah tak perlu diragukan lagi. Tentu, ia harus didukung oleh tim yang melengkapi karena, bagaimanapun, kerja kementerian adalah kerja tim.

Tokoh lain yang menarik datang dari kalangan industri telekomunikasi. Akan menarik melihat bagaimana kiprah salah satu nakhoda dari tiga perusahaan telekomunikasi seluler besar—Alex J Sinaga (Telkomsel), Alexander Rusli (Indosat), atau Hasnul Suhaimi (XL Axiata)—menangani isu-isu di kementerian.

Ada juga tokoh-tokoh "kuda hitam" dari kalangan birokrat. Pertama, mantan Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo yang sekarang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto.

Kedua, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kominfo Basuki Yusuf Iskandar (yang pernah menjabat Dirjen Pos dan Telekomunikasi serta Sekjen Kementerian Kominfo). Dua tokoh ini sudah tahu "jeroan"-nya Kementerian Kominfo.


2. Aulia Masna
(Chief Editor DailySocial.net)

Masalah terbesar TIK yang perlu segera diatasi?
Menurut saya, permasalahan teknologi informasi yang paling besar saat ini di Indonesia ada pada regulasi dan proses pembentukan regulasi itu sendiri. Sering sekali undang-undang dan segala macam peraturan yang ada tidak bisa mengakomodasi kecepatan perubahan dan perkembangan teknologi.

Misalnya tentang WiFi. Di Indonesia, sampai sekarang, perangkat WiFi Router 802.11n saja masih secara hukum belum boleh dijual ke publik karena menurut regulasi postel, frekuensi yang dipakai terbatas untuk kebutuhan militer. Dulu, hal yang sama terjadi pada 802.11b. Produsen komputer sudah sejak tahun 1999 mengeluarkan laptop dengan WiFi. Sementara itu, di Indonesia, secara legal, frekuensi 2,4 GHz yang dipakai WiFi 802.11b itu baru bisa digunakan mulai Januari 2005.

Jadi, sangat perlu ada adaptasi dari kementerian dan semua pihak terkait untuk bisa mempercepat proses penerbitan regulasi atau lebih bijak dalam merespons perkembangan teknologi.

Kriteria apa yang harus dimiliki menkominfo?
Singkat saja, kementerian sebaiknya memang dipegang oleh orang yang bukan cuma mengerti permasalahan portofolio yang dipegang, tetapi juga terlibat atau pernah terlibat langsung dalam menangani hal-hal terkait. Akan tetapi, bukan berarti seorang birokrat otomatis tidak berhak atas hal ini. Selama orang itu mengerti kebutuhan, kepentingan, dan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dan industri terkait, dan tahu cara terbaik dalam menanganinya, seharusnya keikutsertaan mereka sah-sah saja.

Kominfo memang termasuk wilayah yang pelik, tetapi setidaknya banyak yang cukup vokal di bidang ini. Oleh karena itu, menteri yang berikutnya harus bisa mengakomodasi segala macam masukan dan pendapat dari para praktisi, baik dari sisi bisnis, regulator, maupun konsumen.

Siapa tokoh yang kira-kira bisa menjalankan amanat TIK di Indonesia?
Asal bukan Tifatul Sembiring, Mohammad Nuh, atau siapa pun yang punya pola pikir serupa. Jangan sampai menkominfo malah dakwah agama atau hal lain yang nggak berurusan dengan bidangnya. Nama? Tidak ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com