Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TechTravel #5: Jangan Abaikan IoT Alias “Internet of Things”

Kompas.com - 15/02/2015, 14:11 WIB
Pepih Nugraha

Penulis



Oleh: Pepih Nugraha

Roland Sladek, Vice President International Media Affairs Huawei, sebagaimana telah saya singgung sebelumnya, tidak ragu menyebut angka 600 juta dollar AS atau Rp 7 triliun lebih biaya untuk penelitian dan pengembangan 5G yang sudah dimulai sejak 2009. Bayangkan, lima tahun lebih meneliti untuk suatu hasil yang konon baru bisa dinikmati tahun 2020 atau lima tahun dari sekarang, itu “sesuatu banget”. Pada saat dimulainya pengembangan 5G di tahun tersebut, Indonesia masih menggunakan 3G dan bahkan 2G. Itu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.

Menurut Sladek, tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana prospek dan “nasib” 5G di masa depan, karena semuanya baru uji coba dan terbuka bagi siapapun untuk mencobanya. Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan juga sama-sama berlomba-lomba mengembangkan 5G. Bukan untuk mencari siapa yang jadi juaranya, meminjam lirik sebuah lagi, melainkan lebih kepada mencari cara paling efektif namun berhasil-guna saat teknologi itu diaplikasikan kelak dalam kehidupan sehari-hari. Boleh jadi saat 5G sudah meraih kemajuan dan sudah bisa dimanfaatkan secara global, wajah dunia berubah dengan sendirinya atas kehadiran Digital Society baru.

“Yang kami lakukan adalah semata meneliti, menguji, dan mengembangkannya untuk teknologi komunikasi masa depan,” kata Sladek di pusat penelitian dan pengembangan Huawei di Shanghai, akhir Desember 2014 lalu, mengenai apa yang sedang dilakukannya.

Meneliti dan mengembangkan jaringan transmisi untuk keperluan teknologi informasi dan telekomunikasi tidak semudah membalik telapak tangan. Jika dihitung dimulainya pengembangan 5G di tahun 2009, itu berarti durasi penelitian dan ujicobanya sudah memakan waktu lima tahun. Padahal, Sladek memprediksi teknologi 5G baru benar-benar dirasakan manfaatnya lima tahun ke depan dari sekarang atau di tahun 2020 nanti.  Sementara penelitian dan pengembangan di tahun 2014 lalu benar-benar fokus pada teknologi 5G dan akan terus dilanjutkan menghabiskan anggaran penelitian yang baru terpakai sekitar 80 juta Dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun.

Kalau demikian, kapan persisnya teknologi 5G bisa benar-benar dinikmati atau setidak-tidaknya siap diaplikasikan?

Saya memperoleh jawaban atas pertanyaan ini dari Jude Zhang dan Henry Ren, keduanya Marketing Department Huawei, yang saya temui secara terpisah. Keduanya sepakat, bahwa spektrum mobile broadband (MBB) dengan kecepatan 40 GHz yang tercermin lewat 5G ini diperkirakan baru akan dinikmati secara massal pada tahun 2020. “Ini baru perkiraan,” kata Ren. Namun Ren buru-buru menambahkan, ujicoba penggunaan 5G akan dilakukan saat berlangsungnya Piala Dunia 2018 di Moskow, Rusia. Piala Dunia adalah ajang pertandingan sepak bola terbesar sejagat raya.

Kecepatan transmisi data menjadi katakunci bisnis dan pengembangan 5G ini sebab pada lima tahun ke depan diperkirakan teknologi 5G inilah yang akan digunakan secara global, menggantikan teknologi sebelumnya. Bagaimana Sladek menjelaskan “kecepatan dan kapasitas” teknologi terbaru ini dilakukan dengan perbandingan. Jika 4G memerlukan ukuran waktu “menit” untuk mengundah sebuah film HDTV, katanya, “Dengan 5G hitungan waktunya berupa detik saja.”

Selain untuk komunikasi, banyak hal yang bisa dilakukan dengan teknologi 5G, dari industri gim yang mengarah ke penciptaan hologram di mana medianya tidak lagi mengandalkan layar manual melainkan “ruang udara” itu sendiri sampai untuk keperluan teleconference dan telepresence. Memang perkiraan waktu terciptanya teknologi ini baru akan terjadi pada tahun 2020, tetapi itu bisa saja lebih cepat.  “Bagi kami (Huawei), siapa yang menguasai teknologi 5G, dialah yang akan menguasai dunia industri teknologi informasi digital masa depan,” kata Sladek.

Pengembangan selanjutnya yang tidak boleh diabaikan adalah Internet of Things (IoT), yang tidak semata-mata bicara soal kapasitas dan kecepatan internet. IoT adalah semacam konsep komputer yang menggambarkan masa depan di mana setiap hari setiap objek fisik tersambung ke internet dan saling dapat mengidentifikasi satu sama lain.

Pada masa lalu kemampuan ini disebut RFID (Radio-frequently Identification), di mana alat atau manusia yang dalam kehidupan sehari-hari dilengkapi identifikasi, mereka dapat diatur dan diinventori oleh komputer. Tentu saja kemampuan ini bisa optimal berkat jaringan internet yang semakin cepat dan andal setelah 5G diaplikasikan kelak.

Sladek menyebut saling tersambungkan ini sebagai M2M, di mana yang tersambungkan itu bisa Machine to Machine (mesin ke mesin), Machine to Man (mesin ke manusia), Man to Machine (manusia ke mesin), atau Machine to Mobile (mesin ke perangkat bergerak).

Pendeknya IoT menghubungkan manusia, alat, dan sistem. Internet dan komunikasi bergerak adalah manifestasi dari “manusia-alat-sistem” tadi di mana ambisi perusahaan raksasa seperti Huawei Technologies adalah untuk menguasai dunia di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini.

Ke depan, teknologi informasi yang mampu membuat alat “berpikir”, “merasa”, dan “berbicara” seperti halnya manusia inilah yang akan menjadikan Bumi sebagai “smart planet”. Sebuah idea atau cita-cita yang rupanya menjadi gapaian Huawei sebagai perusahaan ICT terbesar di Tiongkok. Sebuah gambaran di mana teknologi informasi menjadi bagian dan menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Beradu kecepatan internet dengan kapasitas yang nyaris tanpa batas adalah kunci utamanya.

Bagaimana cara warga Tiongkok bersosialisasi lewat media sosial di saat pemerintah pusat di Beijing membatasi situs pertemanan kenamaan Facebook atau microblog Twitter?

Ikuti perjalanan TechTravel saya berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com