Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengeroyok Banjir Jakarta

Kompas.com - 15/02/2015, 17:09 WIB


Oleh: Aryo Wisanggeni G

Tiap hujan lebat mengguyur Jakarta, jagat media sosial seketika ramai. Di sana bermuara semua informasi, pertanyaan, gurauan, umpatan, curahan hati, sampai pemberitahuan. Di tangan para pengembang siagabanjir.org dan petajakarta.org, adonan campur aduk itu seolah menjadi peta titik-titik banjir di Jakarta.

Senin (9/2/2015) pukul 04.00, Inggita terjaga, mendapati hujan Minggu malam belum juga reda. Lagi-lagi ia kehilangan kesempatan berlari pagi di kawasan tempat tinggalnya di Kuningan, Jakarta. Namun, ia lebih khawatir dengan dua agenda rapatnya.

Dari telepon genggam, ia menjelajah lini masa Twitter, menyimak kicauan-kicauan warga soal banjir. "Hujan selalu membuat jeri. Jumat malam, ketika tak ada hujan, saya menghabiskan waktu 1,5 jam untuk menempuh jarak 800 meter dengan mobil. Setelah Jakarta diguyur hujan semalaman, saya bimbang dengan agenda rapat pukul 11.00 di Gambir dan rapat pukul 18.00 di Mampang," tutur konsultan lepas bidang komunikasi itu.

Lita Mariana, seorang guru SMA di kawasan Ancol, juga mencemaskan hari Seninnya. Siang itu, pukul 13.00, ia harus menjalani ujian di Universitas Indonesia di Kota Depok, menempuh perjalanan jauh dari tempat tinggalnya di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

"Hujan selalu memberi pilihan-pilihan sulit. Memakai mobil pribadi berisiko terjebak kemacetan. Salah-salah, terjebak banjir. Memakai kereta komuter juga rawan mogok. Sejak pagi, saya terus memantau kicauan para pemakai Twitter, menimbang antara mengendarai mobil atau menumpang kereta komuter," tutur Lita.

Mencari informasi atau kabar tepercaya di timbunan kicauan di lini masa media sosial—entah itu Twitter, Path, Facebook, ataupun Instagram—memang gampang-gampang susah. Media sosial selalu lebih cepat dari situs berita apa pun karena lini masanya dibangun dari laporan ratusan ribu warga Jakarta penggunanya. Namun, segala jenis kicauan bercampur baur di sana.

"Tiap menjelajah Twitter, yang paling banyak saya temukan adalah pertanyaan tentang banjir dan kemacetan. Padahal, saya, kan, mencari jawaban," ujar Lita tertawa.

Para penapis

Beruntunglah, Jakarta mulai memiliki para penapis kicauan di jagat maya, memilah-milahnya menjadi informasi tentang banjir di sejumlah wilayah Jakarta. Senin lalu, dua laman internet, petajakarta.org dan siagabanjir.org, menjadi rujukan banyak warga seperti Lita dan Inggita.

Lita berlangganan notifikasi atau pemberitahuan surat elektronik (e-mail) siagabanjir.org yang hanya memberitahukan situasi banjir di kawasan Ancol dan Kalimalang.

"Saya mengajar di Ancol dan tinggal di Kalimalang. Cukup membuka e-mail kiriman siagabanjir.org, saya bisa membaca segala kicauan pengguna Twitter dan Path tentang banjir di kedua kawasan itu saja. Itu lebih mudah ketimbang saya menelusuri lini masa masing-masing media sosial tersebut," kata Lita.

Siagabanjir.org dibangun sejak 2014 oleh sejumlah mahasiswa tingkat akhir (dua di antaranya kini telah lulus) Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia—Fauzan Helmi Sudaryanto, Riska Fadilla, Rasmunandar Rustam, Taufan Satrio, Caraka Nur Azmi, dan Enreina Annisa Rizkiasri.

Fauzan menyebut siagabanjir.org sebagai peta keroyokan, crowd mapping situasi banjir yang dibangun berdasarkan informasi pengguna Twitter dan Path. Peta bisa dibuka lewat browser, baik browser komputer, tablet, maupun telepon genggam. "Sederhananya, makin banyak tanda laporan banjir di ruas jalan peta kami, jalan itu sebaiknya dihindari pengendara. Kami melayani permintaan berlangganan notifikasi banjir lewat e-mail, tetapi tidak memiliki akun Twitter," kata Fauzan.

Senin lalu, siagabanjir.com kebanjiran warga yang membuka peta mereka. Sejak pukul 06.00, jumlah kicauan media sosial yang terverifikasi melonjak. Pukul 08.00, mereka memverifikasi 420 kicauan dan mengolahnya menjadi peta. "Laman peta kami diakses ribuan orang dan pada waktu yang bersamaan bisa diakses 400 orang hingga server sempat kewalahan," kata Fauzan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com