Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TechTravel #7: Aplikasi Barat Diblokir, Kreativitas Tiongkok Bangkit

Kompas.com - 17/02/2015, 16:08 WIB
Pepih Nugraha

Penulis


Oleh: Pepih Nugraha
 
Pada mulanya saat pemerintah memblokir hampir semua situs buatan luar yang berbasis di Amerika Serikat dan Eropa, warga Tiongkok yang telah melek internet, atau mereka yang biasa mengakses dan menggunakan situs-situs luar Tiongkok, menggerutu habis-habisan. Mereka terputus dari dunia luar dan dalam sekejap kehilangan teman-teman dan konten di situs-situs yang diblokir tersebut. Tetapi bagi developer aplikasi atau web enginer, pemblokiran ini justru merupakan sebuah peluang sekaligus tantangan.

Kembaran Facebook yang di Tiongkok bernama Renren, beralamat di renren.com, yang tentu saja bisa diakses dari manapun, termasuk dari Indonesia. Ia merupakan situs pertemanan paling populer di Negeri Tirai Bambu ini di mana popularitasnya bahkan mengatasi situs pertemanan serupa di Rusia, VKontakte. Memang tidak sebanyak Facebooker yang jumlahnya sudah di atas penduduk Tiongkok, pengguna Renren per akhir September 2014 lalu baru tercatat 219 juta “Renrener” dengan anggota aktif di atas 80 persen. Renren yang berarti “Setiap Orang” itu menawarkan sejumlah fitur yang tidak kalah lengkap dengan situs pertemanan besutan Mark Zuckerberg itu. Inilah yang kemudian membuat penduduk Tiongkok anteng-anteng saja bersosial media.

Bahkan, saat saya mengotak-atik situsnya dan berselancar di atasnya, Renren memiliki fitur terbaru berupa “Renren Voice” di mana penggunanya bisa membuat status dengan suaranya sendiri. Keren, bukan? “Suara merupakan elemen penting komunikasi dan interaksi manusia, maka kami menambahkan fitur baru agar pengguna bisa saling berkomunikasi di situs pertemanan kami,” demikian janji pengelola Renren melalui situs resminya.

Bagaimana dengan Twitter yang juga diblokir di Tiongkok? O, jangan salah, warga Tiongkok juga biasa berkicau di internet. Bukan di Twitter, tetapi di Weibo!

Tiongkok memang punya Weibo untuk memanjakan penduduknya berkicau sesuka mereka. Situs microblogs ini beralamat di weibo.com yang digunakan oleh sepertiga netter. Data statistik menunjukkan, akhir tahun 2012, misalnya, pengguna Weibo melebihi angka 500 juta dan diperkirakan awal tahun 2015 sudah menjadi dua kali lipat dari jumlah saat ini. Karena popularitasnya yang paling meroket, tidak aneh kalau Weibo terdaftar di pasar saham Nasdaq dengan kode WB per Maret 2014.

Weibo sebenarnya lahir pascakerusuhan Urumqi di pertengahan 2009 menyusul diblokirnya Twitter, Facebook dan sejumlah situs ternama oleh pemerintah Tiongkok. Sebulan kemudian Charles Chao meluncurkan versi beta “Twitter Made in China” ini dengan nama Sina Weibo. Saking senangnya penduduk Tiongkok berkicau, pesaing Weibo pun bermunculan, yakni Tencent Weibo dan bahkan peramban Baidu. Ya, Baidu yang “identik” dengan Goggle itu rupanya punya fitur yang memungkinkan penggunanya bisa berkicau seperti di Weibo dan Tencent.

(KOMPAS/PEPIH NUGRAHA) PERAMBAN TIONGKOK -- Meski Tiongkok memblokir semua situs ternama produk luar negeri mereka, termasuk Google, namun Negeri Tirai Bambu ini mimiliki peramban (browser) buatan sendiri yang tak kalah cepat dan lengkap, yakni Baidu. Di peramban paling populer di Tiongkok ini, fitur semacam Wikipedia sudah terpasang di dalamnya. (KOMPAS/PEPIH NUGRAHA)

Baidu sendiri merupakan browser paling populer yang nyaris tanpa saingan. Sama seperti ketergantungan netter kepada Google sehingga muncul kalimat “di-googling aja”, pengguna internet di Tiongkok juga sangat tergantung Baidu yang beralamat di baidu.com itu untuk informasi apapun yang dicarinya. Bahkan situs berbagi dan kolaborasi pengetahuan seperti Wikipedia ada pada Baidu dengan nama Baidu Baike. Sama seperti Google, Baidu yang didirikan oleh Robin Li dan Eric Xu pada 1 Januari 2000 adalah mesin pencari informasi di web, penyimpan suara dan gambar. Baidu yang berkantor pusat di Distrik Haidian, Beijing memiliki lebih 40.000 pegawai dan merupakan bisnis bernilai miliaran dollar AS.

Youtube memang tidak akan ditemukan di Tiongkok karena situs berbagi video ini pun telah diblokir. Tetapi negeri ini punya kembaran situs berbagi video serupa bernama Youku yang tak kalah canggih dibanding Youtube yang sudah dimiliki Google. Didirikan oleh Victor Koo tahun 2003, jumlah pengguna aktifnya sudah di atas 500 juta. Di Tiongkok, Youku yang memiliki slogan “Dunia sedang Menonton” dan beralamat di youku.com itu bersaing ketat dengan situs sejenis bernama Tudou. Demikianlah, tumbuhnya pesaing menunjukkan bisnis ini sangat menjanjikan.

Meski tidak punya aplikasi untuk chatting seperti Whatsapp atau Line, Tiongkok pun punya WeChat yang tak kalah populer. Aplikasi berbasis “micro message” yang sudah ada sejak Januari 2011 ada di setiap platform seperti Android, iOS, BlackBerry OS, Window Mobile, bahkan Symbian. Pada Agustus 2014 pengguna aktifnya sudah mencapai 438 juta dengan 70 juta di antaranya berasal dari luar Tiongkok. Bukan main!

Pandangan menarik tentang pemerintah komunis Tiongkok yang memblokir situs-situs asing dikemukakan oleh Nabilla Sabbaha, mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, salah satu dari 15 mahasiswa Indonesia peserta magang di Huawei, yang saya temui di Shenzhen. Menurut mahasiswi jurusan Teknik Informatika ini, apa yang dilakukan China sudah tepat. Alasannya, dengan menutup akses terhadap aplikasi yang dibuat Barat, para developer negeri ini tertantang untuk membuat aplikasi sendiri. Nabilla menyebut aplikasi berbasis percakapan WeChat sebagai salah satunya.

“Dari sisi keamanan, cara memblokir situs atau aplikasi dari Barat itu efektif untuk membendung arus informasi yang tidak dikehendaki,” kata Nabilla.

Bagaimana menurut Anda? Setuju, atau tidak setuju?

Ikuti perjalanan TechTravel saya berikutnya mengenai iklim persaingan usaha di bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com