Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TechTravel #9: Kejarlah Ilmu Sampai ke Negeri China

Kompas.com - 19/02/2015, 14:35 WIB
Pepih Nugraha

Penulis

Oleh: Pepih Nugraha

KOMPAS.com - Suatu petang yang dingin di akhir Desember 2014, sebanyak 15 mahasiswa Indonesia dari enam perguruan tinggi sedang berkonsentrasi di sebuah kelas di Shenzhen, China.

Ke-15 mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Diponegoro, dan Universitas Telkom ini hadir setalah mengalahkan 200 kandidat lainnya melalui seleksi ketat.

“Para mahasiswa ini terpilih berkat kemampuan dan passion-nya di dunia teknologi informasi dan komunikasi,” kata Yunny Christine, Senior Corporate Communication Manager Huawei Indonesia, yang hadir di menemani mahasiswa Indonesia ke Beijing, Shanghai dan Shenzhen.

Berdampingan dengan mereka, kelas lain terisi oleh 20 mahasiswa Uzbekistan dan Kenya. Para mahasiswa magang ini sedang menerima ilmu dari para insinyur mengenai komputer awan Cloud+ yang sedang dikembangkan Huawei.

Di Shanghai dan Shenzhen, para mahasiswa diberi pengetahuan mengenai penggunaan jaringan 4G sampai perkembangan penelitian jaringan 5G yang tengah dikembangkan. Saya berpikir, Tiongkok boleh juga dalam membuka diri terhadap dunia luar, mereka tidak takut ilmunya dicontek oleh para mahasiswa luar negeri yang diundang ke markas Huawei, termasuk 15 mahasiswa ini.

Selain itu, teknologi wireless, transmisi, intelligent network, sampai teknologi server mutakhir, dan Cloud+ yang dikembangkan Huawei, juga disampaikan tanpa rasa takut disebut membocorkan rahasia perusahaan.

Sebagaimana layaknya kuliah di negeri sendiri, setengah hari para mahasiswa mempelajari teori, kemudian mempraktikkannya di laboratorium milik Huawei. Di akhir “kuliah singkat”, kemampuan dan daya serap ke-15 mahasiswa itu kemudian diuji. David Huang, President Governments Affairs Huawei mengungkapkan, para mahasiswa Indonesia ini memiliki kemampuan yang baik.

“Mereka berbakat dan kelak akan menjadi orang paling mengenal teknologi di masa depan,” kata Huang saat memberikan sertifikat pelatihan di Shenzhen.

Pusat pelatihan di Shenzhen sering disebut “Universitas Huawei” di mana mahasiswa berbagai negara menimba ilmu teknologi informasi dan komunikasi (ICT), lengkap dengan asrama tempat tinggal mereka. Seluruh mahasiswa dijaring dari ribuan peminat di negara masing-masing, termasuk 15 mahasiswa Indonesia lewat Huawei Undergraduate Work Program yang merupakan bagian dari Huawei Global CSR Education Program “Seeds for the Future”.

Selama dua pekan, mahasiswa digembleng bukan sekadar teori ilmu ICT yang advance dan praktik lapangan, tetapi diperkenalkan kepada budaya dan dipertemukan dengan mahasiswa Tiongkok yang sedang belajar bahasa dan sastra Indonesia.

David Wang dalam sesi akhir program menyebutkan, hadirnya 15 mahasiswa kelak menguntungkan dua komunitas negera besar Tiongkok dan Indonesia, sebab mereka akan menjadi tulang punggung ICT di kemudian hari. “Tetap menjaga hubungan, jangan sampai kehilangan kontak,” pesan Wang.

Dalam bahasa Holy Ranaivozanany, Kepala CSR Huawei, hadirnya ribuan mahasiswa asing dari berbagai negara setiap tahunnya merupakan strategi Huawei untuk selalu terhubung satu dengan yang lainnya. Sebagai perusahaan ICT terkemuka yang memiliki tanggung jawab sosial global, kata dia, Huawei menjalin hubungan dengan berbagai universitas di sejumlah negara. Mahasiswa yang terpilih adalah mereka yang lolos penyaringan yang kemudian dilatih oleh para pakar Huawei berbagai disiplin ilmu dan bisnis terkait ICT.

“Memang yang magang di Huawei ini mahasiswa berlatar belakang teknologi informasi, tetapi tahun ini kami mencoba menjaring mahasiswa hukum dan bisnis. Kami paham, apa yang kami kerjakan di sini tidak lepas dari persoalan hukum dan utamanya bagaimana bisnis ICT dikembangkan secara global,” kata Ranaivozanany menjawab pertanyaan Kompas mengenai kemungkinan jurusan lain selain teknik informasi yang bisa magang di “Kampus Huawei”.

Apakah ribuan mahasiswa yang magang termasuk mahasiswa Indonesia diwajibkan bekerja di Huawei, Yunny Christine memastikan, tidak ada komitmen apapun apalagi paksaan mahasiswa setelah lulus wajib bekerja di Huawei. “Ini bagian dari keterbukaan, mereka bebas bekerja di tempat lain,” katanya.

Keterbukaan Huawei tercermin dari kebebasan ribuan karyawannya menggunakan perangkat komunikasi produk lain, bahkan ponsel produk pesaing sekalipun di lingkungan tempat mereka bekerja.

Bagaimana Huawei menguji sebuah smartphone produk terbarunya sebelum diluncurkan ke pasar? Ikuti perjalanan TechTravel berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com