Ingatan tentang dunia itulah yang coba dibangkitkan kembali oleh BlackBerry Classic, produk terbaru dari pabrikan asal Kanada tersebut yang tampilannya sengaja dirancang agar mirip dengan ponsel BlackBerry lawas.
"Classic memang kami posisikan untuk mereka yang menyukai model seperti Dakota (Bold 9900). Target marketnya lebih untuk orang yang susah 'move on'," kata Senior Product manager BlackBerry South East Asia Ardo Fadhola, ketika menerangkan asal-muasal Classic kepada Kompas Tekno di Jakarta, sekitar pertengahan bulan ini.
Nah, seperti apa ponsel yang sejak awal ditujukan sebagai obat penghilang rindu untuk penggemar BlackBerry ini? Ikuti ulasan berikut.
Baru tapi lama
Meski menjalankan sistem operasi BlackBerry OS 10.3.1 yang terbaru, tampilan Classic lebih mirip dengan perangkat BlackBerry OS 7 lawas ketimbang saudara-saudaranya yang sama-sama berbasis Blackberry OS 10.
Hal tersebut disebabkan oleh tambahan area "tool belt" alias sabuk navigasi yang berisi empat tombol fisik berikut sebuah trackpad. Letaknya persis di bawah layar berukuran 3,5 inci yang berbentuk persegi.
Tombol-tombol tersebut menjalankan fungsi yang sama dengan rangkaian tombol serupa yang terdapat pada perangkat BlackBerry OS 7.
Di sisi paling kanan dan kiri terdapat tombol panggilan (dial dan end call), sementara tombol "escape" dan "menu" mengapit trackpad yang diposisikan persis di tengah.
Trackpad itu pun bukan hanya pajangan, tapi bisa dipakai menjelajah sistem operasi BlackBerry OS 10 yang dijalankan oleh Classic.
Di bawah tool belt ini barulah bertengger deretan tombol papan ketik QWERTY yang menjadi ciri khas ponsel-ponsel BlackBerry. Ada lima baris tombol yang dipisahkan oleh garis "frets", dengan layout familiar ala BlackBerry.
Speaker telepon dan kamera depan dengan resolusi 2 megapiksel melengkapi daftar komponen yang bisa ditemukan di sisi muka.
Kamera utama dengan resolusi 8 megapiksel berikut LED flash ditempatkan di punggung, dalam satu "wadah" yang sama dengan tulisan berbunyi "classic".
SIM card dan kartu memori micro-SD masing-masing dipasang ke dalam perangkat dengan memakai laci (tray) mungil di bagian kiri Blackberry Classic. Cara ini sedikit merepotkan karena laci SIM card dan micro-SD hanya bisa dibuka dengan alat khusus atau paper-clip.
Classic mendukung kartu memori micro-SD dengan kapasitas hingga 128 GB, sementara SIM card yang digunakan adalah dari jenis Nano SIM.
Pemilik Classic bisa langsung mencicipi kapabilitas jaringan 4G LTE di Indonesia karena smartphone ini telah mendukung koneksi ke jaringan seluler berkecepatan tinggi tersebut.
Kualitas konstruksi Classic terbilang bagus. Ia terasa solid, padat, dan mantap dalam genggaman. Kesan itu diperkuat oleh sisi pinggirnya yang berlapis bahan logam.
"Frame luar Classic dipahat dari blok stainless steel utuh, sementara layarnya berlapis kaca Gorilla Glass. Kami memang tidak main-main soal daya tahan, makanya harga perangkat kami lebih mahal," sebut Ardo mengenai konstruksi Classic.
Perangkat ini terbilang bongsor dibanding model-model handset QWERTY lain keluaran BlackBerry. Perbedaan ukuran Classic, misalnya, segera terlihat ketika disandingkan dengan BlackBerry Q10. Tapi ia masih terlihat ramping ketika diletakkan di samping Passport yang berbodi melebar.
Layar kotak
BlackBerry Classic menggunakan layar dengan aspect ratio 1: 1 (720x720) sehingga tampilan antarmuka BlackBerry OS di perangkat ini terlihat menempati ruang persegi, seperti pada perangkat-perangkat BlackBerry lain yang memiliki layar "kotak".
Seperti biasa, di layar utama terdapat tampilan homescreen berisi window aplikasi yang sedang aktif (multi-tasking), BlackBerry Hub yang menyatukan semua notifikasi aplikasi komunikasi di satu tempat, dan layar-layar lain berisi seluruh icon aplikasi.
Layar multitasking bisa memuat lebih dari empat jendela aplikasi aktif dengan cara scrolling ke arah bawah. Demikian pula dengan menu quick settings (dipanggil dengan menyapu jari dari luar sisi atas layar) yang bisa terdiri dari dua halaman.
Kinerja Classic yang disokong prosesor dual-core 1,5 GHz, RAM 2 GB, dan media penyimpanan 16 GB terasa masih memadai untuk menjalankan berbagai macam aplikasi sekaligus.
Mungkin karena spesifikasinya yang relatif biasa saja itu, baterai 2.500 mAh pada Classic bisa bertahan lama hingga lebih dari 1 hari dengan penggunaan casual. BlackBerry pun menyediakan power saving mode untuk menghemat penggunaan daya.
Selain aplikasi native BlackBerry OS, Classic bisa pula memasang dan menjalankan aplikasi Android dari bentuk file APK Android, yang bisa diperoleh dari Amazon Appstore atau sumber lain.
Fitur BlackBerry Guardian bakal memeriksa file APK sebelum dipasang, untuk memastikan tak ada malware yang menjadi “penumpang gelap”.
Tampilan layar Classic sendiri terlihat agak "sesak" di era smartphone touchscreen layar lebar seperti sekarang. Faktor bentuk "kotak" mau tak mau datang dengan beberapa kompromi seperti pemuatan icon atau elemen visual lain yang tak bisa terlalu banyak di layar.
Tampilan aplikasi dan konten yang tidak dioptimalkan untuk layar kotak itu pun jadi terlihat disproporsional. Video, misalnya, bakal terlihat mungil karena hanya menempati bagian tengah layar dengan ruang kosong di sisi atas dan bawah.
Beberapa aplikasi, seperti Evernote dan Feedly bisa menyesuaikan diri dengan tampilan layar kotak ini. Tapi tidak demikian dengan beberapa aplikasi lainnya, yang bakal terlihat aneh meski bisa berjalan.
Salah satu fungsi yang menarik dari BlackBerry OS 10.3.1 yang dijalankan oleh Classic adalah asisten berbasis suara BlackBerry Assistant. Fitur ini bisa diakses dengan menekan tombol di antara dua tombol pengatur volume di sisi kanan perangkat.
Layaknya teknologi sejenis di platform lain, BlackBerry Asisstant bisa digunakan untuk melakukan berbagai macam hal, seperti mencari informasi (termasuk di internet dan peta), membuka aplikasi, membalas pesan, bahkan juga menjalankan game Android.
Soal pesan tersebut, di sinilah letak salah satu keunggulan utama BlackBerry Classic dibanding ponsel touchscreen masa kini, yakni tersedianya papan ketik fisik dengan format QWERTY.
Keyboard tersebut akan terasa manfaatnya ketika perangkat ini dipakai untuk mengetik, baik sekadar membalas pesan singkat ataupun menulis jawaban panjang lewat e-mail.
Feedback yang diberikan membuat papan ketik ciri khas Blackberry ini jadi lebih mantap dibandingkan mengetik di keyboard virtual layar sentuh.
Ardo mengatakan bahwa bentuk tombol-tombol keyboard BlackBerry Classic memang dirancang dengan desain "sculpted keys" agar jari jemari bisa otomatis mengenali batas antar-tombol, sehingga meminimalisir salah ketik.
"Sementara, 'clickiness' yang dihasilkan memberi feedback yang menimbulkan keyakinan dalam mengetik. Setelah beberapa lama, akan muncul muscle memory sehingga pengguna akan lancar dalam mengetik," ujarnya.
Sayang, keyboard pada Classic sekedar berperan sebagai papan ketik. Tak ada fungsi touch input seperti yang terdapat pada BlackBerry Passport.
Percuma?
Bagaimana dengan keistimewaan lain pada BlackBerry Classic, yaitu alat navigasi trackpad?
"Dengan trackpad yang dimilikinya, pengguna Classic bisa melakukan navigasi, bahkan tanpa menyentuh layar," jawab Ardo. Ucapannya itu terbukti benar ketika Kompas Tekno mencoba menjelajahi antarmuka BlackBerry OS 10 di perangkat yang bersangkutan.
Trackpad bisa dipakai untuk melakukan beberapa hal, misalnya memilih icon aplikasi di layar dan menyeleksi teks. Fungsi-fungsi dasar untuk navigasi memang betul bisa dilakukan oleh trackpad, sehingga pengguna tak perlu menyentuh layar.
Akan tetapi, di handset berbasis BlackBerry OS 10 seperti Classic, kehadiran trackpad yang merupakan bagian dari masa lalu sedikit banyak menimbulkan pertanyaan.
BlackBerry OS 10 sejatinya adalah sistem operasi yang dirancang agar mudah dijalankan dengan memakai gestur berupa gerakan jari tangan di layar sentuh.
Ingin mengakses BlackBerry Hub? Cukup sapukan jari ke arah kiri. Kembali ke homescreen? Tinggal sapukan jari dari luar layar di sisi bawah, menuju bagian tengah display.
Setelah beberapa lama, aneka gestur di BlackBerry OS 10 terasa natural sehingga pengguna bisa memakai smartphone dengan lincah, hanya bermodal layar tanpa butuh tombol navigasi fisik, layaknya tombol "menu" atau "home" di platform mobile lain.
Lalu untuk apa trackpad di BlackBerry Classic? Itulah yang menjadi pertanyaannya. Alat pointing device ini menduplikasi sebagian fungsi touchscreen sehingga terkesan redundan, menjadi tambahan yang percuma bagi mereka yang sudah terbiasa dengan touchscreen.
Entahlah, mungkin trackpad cocok bagi orang-orang yang hanya klop dengan alat penunjuk serupa di BlackBerry OS 7, yang belum familiar dengan layar sentuh atau memang ingin sedikit bernostalgia dengan era kejayaan BlackBerry, bertahun silam.
Di luar itu, touchscreen rasanya bisa menjalankan fungsi navigasi di BlackBerry 10 dengan lebih baik ketimbang trackpad.
Secepat-cepatnya trackpad menjejak highlights aneka icon di layar, misalnya, touchscreen lebih gesit dan praktis karena pengguna cukup menggerakkan jari untuk menyentuh icon dan menjalankan aplikasi. Dengan satu gerakan, fungsi pun berjalan, tak perlu repot menggeser-geser jari di trackpad.
Trackpad bahkan terasa agak mengganggu karena letaknya yang persis di tengah menghalangi arah gestur jari untuk kembali ke layar home sebagaimana diterangkan di atas. Pengguna pun terpaksa sedikit menggeser jari untuk menjalankan fungsi ini dengan gestur.
Untungnya, tambahan tombol-tombol lain di tool belt terasa lebih berguna. Tombol "escape", misalnya, bisa dipakai sebagai alternatif gestur di layar untuk kembali ke menu sebelumnya, juga untuk menutup window aplikasi yang terbuka di layar multi-tasking.
Tombol "end call" bisa dipakai untuk kembali ke tampilan muka, juga untuk menyalakan perangkat seperti pada ponsel BlackBerry lawas.
Adapun tombol menu bakal memanggil menu yang tersedia di masing-masing aplikasi. Apabila ditekan saat berada di home screen, ia akan memanggil menu quick settings.
Kamera standar
BlackBerry Classic turut dibekali sebuah kamera utama dengan resolusi 8 megapixel di bagian punggung. Aplikasi kamera memiliki sejumlah fitur standar BlackBerry OS 10, termasuk HDR, Time Shift, dan Panorama.
Kualitas tangkapan gambarnya terbilang standar, kalau bukan sedikit tertinggal untuk ukuran ponsel masa kini. Foto jepretan Classic cenderung menampilkan kontras dan saturasi tinggi di situasi outdoor, sementara kondisi low-light menghasilkan warna-warna yang lekas pudar seiring dengan semakin turunnya level cahaya.
Kecepatan autofokus BlackBerry Classic terasa agak lamban, terutama dalam situasi indoor yang kurang cahaya. Terdapat sedikit shutter lag atau jeda antar penekanan tombol shutter dengan pengambilan gambar, tapi hal ini tak terlalu mengganggu.
Berikut beberapa contoh hasil jepretan Blackberry Classic.
Kesimpulan
Fitur tool belt berisi trackpad dan serangkaian tombol fisik khas perangkat BlackBerry jadul adalah menu utama yang disajikan oleh smartphone BlackBerry Classic, di samping deretan tombol QWERTY yang menjadi ciri khas pabrikan tersebut.
Classic terasa andal ketika dilakukan untuk segala sesuatu yang membutuhkan penulisan, seperti mengetik dokumen atau membalas pesan-pesan singkat lewat aplikasi seperti BlackBerry Messenger (BBM), berkat papan ketik itu.
Sayang, Classic tersandung masalah "klasik" platform BlackBerry 10, yaitu ekosistem aplikasi yang kering sehingga si pemilik cenderung tak bisa berbuat banyak dengan perangkatnya.
Dilihat dari aspek ini, harga Rp 5,5 juta yang diminta BlackBerry untuk smartphone Classic yang dipasarkan di Indonesia terasa relatif mahal meski disertai dengan kualitas konstruksi yang apik.
Uang sejumlah itu di pasaran, misalnya, sudah cukup untuk membeli smartphone dari platform lain yang mengusung spesifikasi lebih mumpuni.
Tapi tentu saja, Classic ditujukan untuk para pecinta BlackBerry yang tak bisa lepas dari masa lalu, tepatnya perangkat-perangkat yang menjalankan sistem operasi BlackBerry OS 7.
BlackBerry sendiri pun berulangkali membandingkan Classic dengan Bold 9900 (Dakota), sebuah model ponsel yang diluncurkan tiga tahun lalu, pada 2011. "Jadi, buat pengguna Bold 9900, menggunakan Classic feels like coming home," ujar Ardo menerangkan alasannya.
Classic boleh jadi memang cocok untuk segmen pengguna seperti itu. Sementara, dunia selebihnya kini mungkin sudah bisa "move on".
BlackBerry Classic
Kelebihan
+ Menyediakan keyboard QWERTY
+ Kualitas konstruksi bagus
+ Baterai tahan lama
Kekurangan
- Tool belt terkesan sebagai tambahan yang “percuma” ketika disandingkan dengan BlackBerry OS 10 yang navigasinya sangat mengandalkan gerakan jari
- Spesifikasi teknis agak tertinggal untuk ponsel mid-range saat ini
- Harga relatif mahal
Spesifikasi
Nama Resmi | BlackBerry Classic |
Faktor Bentuk | Touchscreen with QWERTY keyboard |
Bentang dan Jenis Layar | 3,5 inci, 720x720 |
Dimensi Fisik | 131 x 72,4 x 10,2 mm |
Berat | 177 gram |
Prosesor | Qualcomm MSM8960 Snapdragon, dual-core 1,5 GHz |
RAM | 2 GB |
Media Penyimpanan Internal | 16 GB |
Slot micro-SD | Ya, hingga 128 GB |
Kamera Utama | 8 Megapixel dengan LED flash |
Kamera Depan | 2 Megapixel |
Kapasitas Baterai | 2.500 mAh |
Jaringan Seluler | GSM/ 3G HSPA/ 4G LTE |
Konektor USB | Micro USB |
GPS | Ya, dengan dukungan A-GPS |
Konektivitas | Wi-Fi 802.11 b/g/n, Wi-Fi Direct, Bluetooth 4.0, jack audio 3,5 mm |
Fitur lain | Toolbelt dengan trackpad, Accelerometer, Proximity Sensor, Gyro Sensor, Kompas |
Sistem Operasi | BlackBerry OS 10.3.1 |
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.