Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi dan Rasa Takut yang Merayap

Kompas.com - 13/04/2015, 13:20 WIB
Wicak Hidayat

Penulis

Demikian juga teknologi yang sama dimanfaatkan untuk menyebarkan rasa takut pada "yang lain". Maka fitnah dan ucapan keji atas golongan lain, yang dianggap berbeda dengan golongan sendiri, mudah sekali menyebar lewat sarana seperti WhatsApp, BlackBerry Messenger, Line dan lainnya.

Hal itu sulit untuk dicegah dan tak bisa dilarang. Manusia agaknya akan selalu memanfaatkan sarana apapun yang ia miliki untuk menyebarkan informasi, terutama yang dianggap bisa mengancam keberlangsungan hidupnya.

Padahal teknologi informasi bisa digunakan untuk menenangkan diri dan menyudahi rasa cemas yang berlebihan. Sedikit pencarian, via Google atau situs lainnya, bisa dilakukan untuk mencari klarifikasi atas kabar yang beredar.

Sedikit pencarian juga bisa dilakukan untuk mengetahui tentang pihak lain yang selama ini disebut-sebut sebagai "monster", "setan" atau hal-hal buruk lainnya. Luangkan waktu untuk mempelajari manusia lain dan kita niscaya akan sadar bahwa mereka adalah manusia juga, yang tak pantas "dibunuh" hanya karena berbeda.

Sensor atau tidak sensor?

Pada bagian ini, saya kemudian merasakan dilema pribadi. Di satu sisi, saya percaya bahwa informasi yang terbuka adalah perlu untuk menjaga manusia tetap beradab. Dengan kemampuan melihat isi pikiran pihak lain, maka kita bisa mencoba memahami kedudukan pihak lain.

Jika menurut pada pemikiran itu, sensor adalah sesuatu yang tidak perlu. Sensor justru mencegah akses pada pemikiran pihak lain, yang artinya mencegah akses pada pengertian pada pihak lain.

Tapi di sisi lain, saya sungguh tidak melihat adanya manfaat dari penyebaran kebencian. Kemudian timbul kecemasan bahwa kebencian yang dipropagandakan itu bisa menular pada pembacanya, yang kemudian berujung pada tindakan. Di situ bahayanya!

Idealnya, semua pengguna internet memiliki daya pikir yang baik sehingga bisa melihat kebencian itu sebagai sesuatu yang tak beralasan. Tapi kenyataannya tidak demikian, ada banyak pengguna yang mungkin terpengaruh, karena kurang dewasanya pemikiran, atau sebab lainnya.

Dalam hal ini, pemikiran saya diliputi oleh kecemasan. Kita tidak mau kan terulang lagi peristiwa kebencian massal seperti yang pernah menodai sejarah bangsa-bangsa di bumi ini berkali-kali, di Eropa maupun di negeri kita sendiri?

Mungkin ada baiknya saya redakan kecemasan itu dengan tidak terhubung dulu ke jaringan internet, sejenak saja. Mungkin dengan demikian saya bisa melemaskan urat syaraf yang tegang dan mengambil napas dalam-dalam.

Tulisan ini merupakan bagian dari seri kolom bertajuk Kolase. Seperti namanya, Kolase menyiratkan sesuatu yang disambung-sambungkan jadi satu dari beberapa hal yang mungkin tidak selalu terkait langsung. 

Tulisan ini menampilkan opini pribadi dari Editor KompasTekno, Wicak Hidayat. Opininya tidak menggambarkan opini perusahaan. Penulis bisa dihubungi lewat blog wicakhidayat.wordpress.com atau twitter @wicakhidayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com