Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandal Jepit Mahatma Gandhi di Alun-alun London

Kompas.com - 20/04/2015, 20:06 WIB
Wicak Hidayat

Penulis

KOMPAS.com - Dalam sejarah akan selalu ada momen-momen menakjubkan yang bisa menjadi inspirasi bagi siapapun, jangankan para pemimpin bangsa, tapi juga orang-orang biasa seperti saya.

Salah satu momen itu terjadi seusai konferensi meja bundar di Inggris, di tahun 1930-an. Konferensi yang dilangsungkan untuk membahas nasib India, wilayah yang pada saat itu masih bagian dari koloni Inggris.

Setelah konferensi, pemimpian India Mahatma Gandhi diundang dalam sebuah perjamuan di hadapan raja.

Di hadapan Raja Inggris, dan tamu-tamu lain yang berpakaian mewah, Gandhi hadir dengan mengenakan pakaian sederhana Khaddar dhoti, selimut dan beralas kaki sandal jepit.

Namun kesederhanaan Gandhi tidak membuatnya kehilangan rasa hormat dari sang raja. Bahkan momen itu akan selalu dikenang sebagai salah satu momen dalam sejarah yang menunjukkan bahwa tidak perlu berpenampilan mewah untuk mendapatkan rasa hormat.

Tentunya, perlu dipahami bahwa penampilan Gandhi bukan asal-asalan saja. Pakaiannya adalah bagian dari protes, pakaiannya menunjukkan sebuah sikap yang tegas.

Gandhi, dan momen tersebut, kini juga dikenang melalui sebuah patung yang berdiri di Parliament Square alias alun-alun parlemen di London, Inggris.

Wicak Hidayat/KompasTekno Bagian bawah patung Mahatma Gandhi di Parliament Square, London, Inggris.
Gandhi vs Churchill

Jangan salah! Alun-alun ini adalah salah satu alun-alun yang ternama di Inggris, ia terletak di dekat Westminster Abbey dan gedung parlemen (yang mencakup menara dengan julukan Big Ben).

Di alun-alun yang sama berdiri patung dari beberapa sosok ternama Inggris. Salah satu yang paling kontras tentunya adalah Winston Curchill yang tampil dengan jaket militer dan memegang tongkat berjalan.

Curchill adalah sosok yang terkenal atas banyak hal, salah satunya karena wataknya yang keras. Ia termasuk sosok yang menentang kemerdekaan India, dan tercatat tidak menyukai Gandhi.

Bahwa kemudian Curchill dan Gandhi ada di alun-alun yang sama menunjukkan betapa Inggris sudah banyak berubah sejak masa-masa kolonial itu.

Sepintas, memang ada perbedaan antara patung Gandhi (yang baru diresmikan Maret 2015) dengan Churchill. Patung Churchill diletakkan di atas batu yang cukup tinggi, sedangkan Gandhi diletakkan tak seberapa jauh dari tanah.

Namun hal ini bukan untuk menunjukkan bahwa yang satu lebih tinggi atau rendah dari yang lain. Keluarga Gandhi konon meminta hal itu secara khusus, menegaskan citranya sebagai "perwakilan rakyat".

Sebaliknya, patung Churchill yang terbuat dari tembaga itu dialiri listrik. Untuk mencegah burung dara mengotori patung itu dengan kotorannya.

Wicak Hidayat/KompasTekno Patung Winston Churchill di Parliament Square, London, Inggris.
Apa Artinya Sandal?

Sandal Gandhi, tongkat berjalan Churchill, adalah bagian tak terpisahkan dari kepribadian kedua tokoh itu. Bagian dari citra eksternal kedua tokoh itu, yang juga menggambarkan sikap dan kepribadian keduanya.

Bandingkan ini dengan foto diri yang kerap kita unggah ke layanan media sosial seperti Instagram, Path atau Twitter.

Media sosial, kata Susan Krauss Whitbourne di PsychologyToday, memberi peluang tak terbatas (atau bahkan menuntut)  kita untuk menggambarkan atribut fisik lewat kata dan foto.

Bahkan jika tidak sedang "berpromosi", setiap kali kita membagikan foto di Facebook, Instagram atau yang lainnya, sejatinya kita sedang memajang diri secara visual.

Dan sebaliknya, setiap kali kita melihat (dan menikmati) sajian visual di media sosial, kita juga menyisakan sebuah penilaian pada aspek fisik dari siapapun yang fotonya sedang kita lihat.

Penilaian itu bisa dibilang merendahkan, meskipun yang kita sampaikan adalah pujian. Merendahkan karena kemudian kita terjebak pada menjadikan orang tersebut "obyek", padahal sesungguhnya ada manusia di balik foto itu.


Wicak Hidayat/KompasTekno Patung Mahatma Gandhi di Parliament Square, London, Inggris.
Masih Boleh Jujur?

Memang, harus diakui, kadang foto yang ditampilkan di media sosial adalah citra permukaan. Tidak berangkat dari kesungguhan sikap atau pendirian manusia di belakangnya.

Sandal jepit Gandhi mungkin tidak akan sama artinya dengan foto seseorang pengguna Instagram yang menampilkan dirinya memakai sandal jepit.

Ketika, misalnya, seorang pengguna Path menampilkan foto dirinya sedang jogging. Benarkah ia peduli pada kesehatan? Atau, hanya mau dianggap demikian?

Bukankah akan lebih baik jika kita bisa mematutkan citra diri di media sosial dengan sikap dan pendirian yang memang jujur dari hati?

Atau, memang sudah seperti ini tuntutan masyarakat "sekarang"? Bahwa, tak peduli apa yang kita percayai, posting foto di Instagram -- dan media sosial lainnya -- harus secantik dan sebaik mungkin?

Sudahkah kita berhenti jujur pada orang lain (dan diri sendiri)?


Tulisan ini merupakan bagian dari seri kolom bertajuk Kolase. Seperti namanya, Kolase menyiratkan sesuatu yang disambung-sambungkan jadi satu dari beberapa hal yang mungkin tidak selalu terkait langsung. 

Tulisan ini menampilkan opini pribadi dari Editor KompasTekno, Wicak Hidayat. Opininya tidak menggambarkan opini perusahaan. Penulis bisa dihubungi lewat blog wicakhidayat.wordpress.com atau twitter @wicakhidayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com